Bandar Lampung (berandalappung.com) – Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansyah, menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Menurutnya, sistem pemilihan kepala daerah secara serentak menggunakan mekanisme suara terbanyak untuk menentukan pemenang, kecuali di Jakarta yang memerlukan suara 50%+1.
Namun, rendahnya partisipasi masyarakat menjadi isu serius yang memengaruhi legitimasi hasil pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berikut adalah delapan faktor utama yang dianggap sebagai penyebab rendahnya partisipasi, baik dari aspek struktural maupun kultural:
1. Ketidakpercayaan terhadap Proses Politik
Ketidakpercayaan terhadap proses politik menjadi alasan utama.
Banyak masyarakat merasa bahwa Pilkada tidak membawa perubahan nyata.
Tuduhan manipulasi hasil suara dan ketidakpercayaan terhadap penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu memperburuk situasi.
2. Kurangnya Kesadaran Politik
Rendahnya pendidikan politik membuat masyarakat tidak memahami pentingnya hak pilih.
Banyak yang menganggap satu suara mereka tidak berpengaruh, padahal itu sangat menentukan masa depan daerah.
3. Kandidat Tidak Menarik
Ketika kandidat yang maju tidak dianggap kompeten atau tidak memiliki integritas, pemilih menjadi apatis.
Prinsip bahwa “milih atau tidak milih hasilnya sama saja” menjadi alasan utama mereka tidak hadir di TPS.
4. Pengaruh Politik Uang
Praktik politik uang menciptakan persepsi bahwa suara pemilih hanya dihargai sebatas materi. Ketika tidak ada insentif seperti uang atau sembako, banyak pemilih enggan memberikan suara.
5. Faktor Sosial Ekonomi
Masyarakat dari kalangan ekonomi lemah lebih fokus pada kebutuhan mendesak daripada memberikan suara.
Mobilitas tinggi atau pekerjaan di luar daerah juga menjadi hambatan besar.
6. Kurangnya Sosialisasi dan Ketidakakuratan Data Pemilih
Minimnya sosialisasi dari KPU dan pemerintah daerah mengurangi kesadaran masyarakat tentang Pilkada.
Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak akurat, seperti data orang yang sudah meninggal atau pemilih yang tidak terdaftar, turut memengaruhi partisipasi.
7. Budaya Apatis
Janji kampanye yang tidak ditepati oleh calon incumbent menjadi pemicu apatisme masyarakat terhadap politik dan pemerintahan.
8. Hambatan Teknis
Lokasi TPS yang sulit dijangkau, cuaca buruk, dan infrastruktur minim menjadi kendala teknis yang menghalangi masyarakat datang ke TPS.
Mengatasi Tantangan
Candrawansyah menekankan bahwa peningkatan partisipasi Pilkada memerlukan upaya bersama. Penyelenggara pemilu harus meningkatkan kepercayaan publik melalui transparansi dan profesionalisme.
“Sosialisasi masif, pendidikan politik, dan perbaikan DPT harus menjadi prioritas,” tegasnya pada media berandalappung.com pada Rabu, (4/12/2024).
Ia juga menekankan pentingnya kandidat yang kompeten dan infrastruktur memadai untuk memudahkan pemilih.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya peran mereka dalam Pilkada.
“Satu suara bukan sekadar angka, melainkan harapan untuk perubahan yang lebih baik,” tutupnya.