BEM Unila Desak Presiden Prabowo Pecat Kapolri dan Menteri Problematik
Kematian Affan Kurniawan Jadi Simbol Negara yang Gagal Mengurus Demokrasi
berandalappung.com — Kedaton, gelombang microwave 25–28 Agustus 2025 di berbagai kota besar Indonesia membuka wajah buram republik ini. Jalanan yang dipenuhi mahasiswa, buruh, petani, dan masyarakat sipil yang muak di negara yang terus-menerus gagal menepati janji demokrasi.
Mereka turun bukan karena sekadar marah, tetapi karena ruang aspirasi sudah ditutup rapat oleh kekuasaan yang alergi kritik.
Namun, di tengah suara rakyat yang menggema, bangsa kembali kehilangan anak mudanya. Affan Kurniawan meregang nyawa. Ia bukan sekedar korban bentrokan, melainkan simbol bagaimana negara telah berubah menjadi mesin kekerasan.
Aparat kepolisian yang digaji dari uang rakyat, alih-alih mengayomi, justru menebar ketakutan di jalanan.
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung (BEM Unila) menyebut tragedi Affan sebagai bukti telanjang kegagalan struktural negara. Presiden BEM Unila, M. Ammar Fauzan, menilai kematian itu adalah hasil dari negara yang lebih sibuk melindungi elite dibandingkan rakyatnya sendiri.
“Jika tragedi ini dibiarkan tanpa koreksi tegas, negara hanya akan melanggengkan siklus kekerasan. Kematian Affan adalah alarm keras bagi Presiden Prabowo,” ujar Ammar, Sabtu (30/8).
Kabinet Jadi Panggung Transaksi Politik
Tuntutan BEM Unila tak main-main. Pertama, Presiden Prabowo diminta segera mencopot menteri-menteri problematis. Selama ini publik melihat kabinet bukan sebagai tim kerja rakyat, melainkan panggung politik yang kompromis. Menteri yang gagal menjalankan mandat konstitusi tetap terpelihara, hanya karena mempunyai beking partai atau pengaruh di lingkaran kekuasaan.
“Pembiaran terhadap menteri yang gagal adalah bentuk pengkhianatan Presiden terhadap rakyat,” tegas Ammar.
DPR Terjebak Jadi Mesin Oligarki
Kedua, DPR RI dianggap sebagai lembaga yang kian kehilangan legitimasi. Bukan lagi rahasia, parlemen lebih sibuk mengurus kepentingan partai dan konglomerat, daripada mendengar menyembunyikan rakyat. Dari berbagai isu strategis RUU kontroversial, pengesahan anggaran, hingga pengawasan pemerintah DPR kerap tampil sebagai batang kekuasaan belaka.
“Ketua partai politik harus menyalakan kadernya yang mempertahankan fungsi representasi rakyat. Tanpa itu, DPR hanya akan dianggap sebagai perpanjangan tangan oligarki,” ucapnya.
Polisi Berubah Jadi Mesin Represi
Tuntutan ketiga dan paling keras adalah pencopotan Kapolri. Bagi mahasiswa, institusi kepolisian telah kehilangan wajah humanisnya. Rekam jejaknya menunjukkan pola berulang: represif di setiap gelombang protes.
Aksi 25–28 Agustus yang berakhir pada kematian Affan hanyalah puncak gunung es. Catatan berbagai lembaga advokasi HAM menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir, korban luka, kriminalisasi aktivisme, dan penggunaan kekuatan berlebihan aparat terus meningkat.
Polisi yang seharusnya melindungi malah menjadi tembok kekuasaan yang siap memukul siapa pun yang berbeda suara.
“Represifitas aparat sudah melampaui batas. Presiden tidak boleh lagi menutup mata,” kata Ammar.
Pertanyaan Besar: Negara Milik Siapa?
Pernyataan BEM Unila menegaskan bahwa suara mahasiswa adalah suara nurani bangsa. Tetapi ketika kritik dijawab dengan gas air mata dan peluru, pertanyaan yang lebih mendasar muncul: negara ini sebenarnya bekerja untuk siapa?
Kematian Affan Kurniawan menjadi pengingat pahit bahwa demokrasi Indonesia tengah berada di tepi jurang. Jika Presiden Prabowo dan elit politik tetap menutup telinga, sejarah akan mencatat rezim ini bukan sebagai penyelamat bangsa, melainkan sebagai pengulang tragedi.
“Kami tidak akan berhenti bersuara, kami tidak akan tunduk pada intimidasi. Demokrasi sejati hanya lahir bila suara rakyat benar-benar didengar, bukan dibungkam,” pungkas Ammar.
Di tengah duka, suara mahasiswa Lampung menggema. Mereka menolak persetujuan pada politik transaksional, pada parlemen yang abai, dan pada aparat yang brutal. Yang dipertaruhkan bukan sekadar nasib satu generasi, tetapi arah republik: apakah Indonesia akan menjadi negara demokratis yang melindungi rakyatnya, atau menjadi negara represif yang hanya melayani segelintir elite?
Sumber be1lampung.com
Editor : Alex Buay Sako
Sumber Berita: be1lampung.com