Berandalappung – Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansyah, menyoroti hasil rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan DKPP yang diselenggarakan pada 22 Januari 2025.
Dalam rapat tersebut, disepakati sejumlah poin penting terkait pelantikan kepala daerah hasil Pemilu Serentak Nasional 2024.
Tiga Poin Utama Keputusan
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Pelantikan Serentak pada 6 Februari 2025
Kepala daerah terpilih yang tidak memiliki sengketa hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilantik secara serentak pada 6 Februari 2025. Pelantikan ini mencakup Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang telah ditetapkan oleh KPUD dan diusulkan DPRD kepada Presiden atau Menteri Dalam Negeri.
Pelantikan akan dilakukan oleh Presiden di Ibu Kota Negara, kecuali untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh sesuai ketentuan perundang-undangan.
2. Pelantikan Pasca-Sengketa MK
Kepala daerah terpilih yang masih menghadapi sengketa hasil pemilihan di MK akan dilantik setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap dari MK.
3. Revisi Peraturan Presiden
Mendagri diminta mengusulkan revisi Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 terkait tata cara pelantikan kepala daerah.
Percepatan yang Dipertanyakan Candrawansyah mengkritisi keputusan percepatan pelantikan yang semula dijadwalkan pada 7 Februari 2025 menjadi 6 Februari 2025.
Menurutnya, percepatan satu hari ini terkesan tidak memiliki urgensi yang jelas dan lebih dipengaruhi oleh lobi politik kepala daerah terpilih melalui partai politik masing-masing.
“Sudah ada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 yang mengatur tata cara pelantikan. Namun, percepatan ini tetap dilakukan. Pertanyaannya, apa urgensi percepatan hanya satu hari?” ujar Candrawansyah pada Kamis, (23/1/2025).
Ia menambahkan, pelaksanaan pelantikan seharusnya dilakukan secara serentak tanpa memandang status sengketa di MK.
“Pemilu dilakukan serentak, maka pelantikan juga seharusnya dilakukan serentak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat 9. Apalagi kekosongan jabatan sudah diisi oleh penjabat kepala daerah,” jelasnya.
Menunggu Putusan MK Candrawansyah juga menekankan pentingnya menghormati proses hukum di MK.
Berdasarkan jadwal persidangan, putusan MK atas sengketa hasil pemilu diperkirakan keluar pada 11 Maret 2025.
Dengan demikian, pelantikan serentak setelah seluruh proses hukum selesai dinilai lebih bijaksana.
“Jika ada gugatan yang dikabulkan MK, jeda waktu hingga pelantikan tidak terlalu lama. Pelantikan serentak akan lebih efektif dan menghindari kesan politisasi dalam proses ini,” urainya.
Keputusan percepatan pelantikan ini memunculkan pertanyaan apakah langkah tersebut benar-benar demi kepentingan publik atau sekadar hasil kompromi politik.
“Pemerintah diharapkan mempertimbangkan dengan matang setiap kebijakan agar tetap selaras dengan prinsip demokrasi dan keadilan,” tandasnya.