BERANDALAMPUNG.COM, BANDARLAMPUNG – Vox Populi Vox Dei (Suara Rakyat Suara Tuhan). Begitulah ucapan para pakar ketika election sedang berlangsung. Di tengah proses pemilu yang belum benar benar tuntas karena sejumlah pihak masih menggulirkan bola kepada mahkamah konsitusi.
Namun, di saat yang sama para penyelenggara pemilu bersiap menuju perhelatan yang berskala besar yaitu Pilkada Serentak 2024.
Terkait dengan penjadwalannya meskipun DPR sempat mengesahkan Rancangan Undang- Undang (RUU) inisiatif DPR untuk memajukan pilkada dari November ke Desember tanpa alasan yang begitu jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mahkamah Konstitusi(MK) melalui putusannya No 12/PUU- XXI/2024 termaktub dalam Amar putusannya dengan tegas menyatakan bahwa pilkada serentak harus tetap terlaksana sesuai dengan perintah UU No.10 tahun 2016 Tentang pemilihan Gubernur,Bupati dan Walikota (UU pilkada) yaitu di bulan November 2024.
Dengan begitu, maka tidak berpeluang lagi bagi para pihak untuk menggoyahkan penjadwalan pemungutan suara di pilkada serentak 2024.
Termasuk Gubenur Jambi dan Gubenur Sumatera Barat dalam permohonannya No. 27/PUU-XXII/2024 akan tetapi di tegaskan kembali oleh mahkamah konstitusi dalam pertimbangan putusannya.
Oleh sebab itu, para praktisi,akademisi dan juga mahkamah konstitusi perlu untuk mengingatkan bahwa pertimbangan hukum putusan juga memiliki kekuatan yang mengikat sebab pertimbangan hukum merupakan ratio decidendi dari putusan secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaannya, Provinsi Lampung juga termasuk bagian dari penyelenggaraan pilkada serentak 2024.
Di Lampung, ini akan menjadi hajat yang sangat besar karena berbagai tokoh sedang mempersiapkan diri dengan berbagai slogan untuk memajukan dan melakukan perubahan yang lebih baik untuk provinsi Lampung.
Integritas Pilkada
Merujuk pada integritas pemilu (electoral integrity) menjadi isu sentral dan terus diupayakan seiring dengan cita-cita untuk mewujudkan pemilu yang demokratis dan akuntabel sesuai dengan kehendak rakyat.
Adrian Gostick dan Dana Telford dalam “The Advantage of Integrity”, mendefinisikan integritas sebagai ketaatan yang kuat pada sebuah kode, khususnya nilai moral atau nilai artistik tertentu.
Senada dengan itu, Kofi A. Annan dalam salah satu karyanya yang berjudul “Deepening Democracy: A Strategy for Improving the Integrity of Election Worldwide” mendefinisikan integritas sebagai kepatuhan yang kukuh pada nilai moral dan etika.
Dikaitkan dengan pemilu, bahwa integritas pemilu itu menghendaki seluruh elemen yang terlibat di dalamnya baik penyelenggara maupun peserta tunduk dan patuh pada nilai-nilai moral dan etika kepemiluan.
Integritas pemilu pada akhirnya merupakan konsep penyelenggaraan pemilu yang tidak hanya didasarkan pada aturan (rule of law) saja, tetapi juga etika (rule of ethics).
Adapun pentingnya mewujudkan integritas pemilu didasari pada pandangan bahwa pemilu diselenggarakan untuk menjunjung tinggi sekaligus menegakkan hak asasi manusia dan prinsip demokrasi.
Apabila pemilu tidak dilaksanakan dengan basis integritas, maka berpotensi melahirkan penyelenggara pemilu yang tidak bertanggungjawab yang berimplikasi pada minimnya partisipasi politik dan hilangnya kepercayaan publik pada proses demokrasi (Nasef: 2012).
Ramlan subakti (2016) menyebutkan bahwa pemilu yang kredibel adalah pemilu yang demokratik dengan delapan parameter yaitu :
1. Adanya hukum pemilu dan kepastian hukum yang ditandai predictable procedures but unpredictable result dalam pelaksanaannya
2. Kesetaraan antar warga negara
3. Persaingan yang bebas dan adil
4. Partisipasi pemilih dalam pemilu
5. Penyelenggaraan pemilu yang mandiri,kompeten dan berintegritas,efisien dan kepemimpinan yang efektif
6. Proses pemungutan dan perhitungan suara berdasarkan asas pemilu demokratik 7. Keadilan pemilu
8. Prinsip nirkekerasan dalam pemilu.
Berdasarkan putusan MK No. 22/PUU-XX/2022 pilkada adalah pemilu sehingga tidak ada lagi perbedaan rezim antara pemilu dan pilkada.
Standar penyelenggaraan pemilu yang berintegritas juga secara muntatis muntadis berlaku di dalam penyelenggaraan pilkada.
Untuk mencapai ke delapan variabel diatas semua pihak harus bersinergi merujuk pada pembelajaran hasil evaluasi pilkada dan pemilu terdahulu. Pilkada serentak 2020 dan pemilu serentak 2024.
Tujuannya agar segala capaian dapat ditingkatkan mutunya serta berbagai kekurangan dapat diperbaiki agar tidak terulang dalam masa demokrasi yang akan datang.
Ini mesti jadi catatan penting bagi penyelenggara pemilu termasuk KPU dan Bawaslu untuk bisa mendengar dan melaksanakan hal yang semestinya.
Kredibilitas dan integritas penyelenggara Pilkada
Beberapa waktu sebelum pemilu Bawaslu RI merilis 5 (Lima) provinsi rawan money politic(politik uang) dan Provinsi Lampung masuk ke peringkat dua.
Ini menunjukkan bahwa pengawasan dan penindakan yang dilakukan oleh Bawaslu Lampung belum berjalan dengan efektif dan maksimal.
Bawaslu RI memberi nilai Lampung nomor 2 sebagai provinsi yang rawan terhadap politik uang pada pemilu 2024.
Modusnya antara lain dalam bentuk pemberian langsung, memberi barang Lo Lodan memberikan janji palsu.
Ini bentuk konkrit kalau selama ini pencegahan yang dilakukan Bawaslu tidak efektif.
Dalam pemilu serentak 2024 misalnya sudah mengapung nama penyelenggara ditingkat kecamatan maupun komisioner yang disebut-sebut telah menerima sejumlah uang dari calon legislatif.
Bahkan, beberapa Panitia Penyelenggara Kecamatan di Lampung telah di berhentikan.
Ini mengkonfirmasi masih adanya perilaku nakal dan tidak profesional diantara para penyelenggara di Provinsi Lampung.
Pengalaman dari beberapa pilkada penyelenggaraannya diikuti dengan meningkatnya pengaduan terhadap pelanggaran etik penyelenggara pemilu. Berdasarkan data laporan yang di rilis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk 2020.
Tercatat penyelenggara banyak teradu kan dalam pembentukan badan Ad Hoc KPU maupun Bawaslu serta permasalahan dalam tahapan pencalonan.
Ini semua bisa terjadi karena ketidakpuasan terhadap Integritas dan profesionalitas terhadap penyelenggara didukung oleh situasi yang sangat lokal dan kerap kali melibatkan relasi kekerabatan, kesukuan, atau kelompok sosial yang mudah memicu bentrokan kepentingan di berbagai pihak. Ini mesti disadari sejak dini dan juga mulai diantisipasi.
Untuk itu KPU dan Bawaslu Provinsi Lampung mesti melakukan supervisi dan pengawasan internal terhadap jajarannya agar kondusifitas pilkada bisa terjaga dan konflik bisa dicegah.
Meskipun pilkada serentak 2024 merupakan yang pertama kali dilaksanakan oleh seluruh wilayah Indonesia akan tetapi Indonesia telah melakukan prakondisi di pilkada serentak tahun tahun sebelumnya.
Mestinya sudah cukup banyak pembelajarannya yang bisa diambil sehingga pilkada serentak 2024 harus mampu berjalan dengan luber jurdil yang betul betul maksimal.
Pilkada serentak 2024 bukan hanya bagian formalitas dari demokrasi tapi ini merupakan momentum berharga dalam meningkatkan kualitas demokrasi bangsa terkhusus di Provinsi Lampung.
Yang mesti dijaga proses maupun substansinya. Demi terwujudnya demokrasi yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis : Ghraito Arip H adalah Founder Studi Demokrasi Mahasiswa/Mahasiswa Fakultas Hukum Unila.