Sunyi Membungkam Keadilan di Kota Bandar Lampung

- Jurnalis

Minggu, 3 November 2024 - 12:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kasus kekerasan di Bandar Lampung kembali menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di kota ini. Dok: Ilustrasi Picsart berandalappung.com

Kasus kekerasan di Bandar Lampung kembali menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di kota ini. Dok: Ilustrasi Picsart berandalappung.com

Bandar Lampung (berandalappung.com) – Kasus kekerasan di Bandar Lampung kembali menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di kota ini.

Keadilan yang dijanjikan terasa semakin menjauh, meninggalkan jejak luka, ketidakpastian, dan kekecewaan mendalam bagi para korban yang hingga kini masih menanti titik terang.

Tangisan Keadilan di Balik Jaminan Uang dan Sertifikat Tanah 

Semakin diperparah lagu, Sebuah kisah penuh luka dan pergulatan keadilan tengah menyelimuti Kota Bandar Lampung. FZ, seorang guru di salah satu sekolah dasar (SD) swasta, kini menghadapi dugaan pencabulan terhadap muridnya.

Kasus ini telah menempatkan FZ sebagai tersangka, namun yang menjadi sorotan adalah keputusan polisi untuk tidak menahan FZ, meskipun tuduhan yang dihadapinya sangat serius dan menyita perhatian publik.

FZ yang dijadikan tersangka pada Sabtu (19/10) lalu, berhasil mendapatkan penangguhan penahanan. Penangguhan tersebut diberikan berdasarkan jaminan keluarga yang mencakup uang sebesar Rp50 juta dan sertifikat tanah milik kakak kandung FZ.

Penangguhan ini menjadi kontroversi di tengah masyarakat yang mendambakan keadilan cepat dan tegas atas dugaan tindak pidana yang mengoyak kepercayaan pada lingkungan pendidikan.

Meski begitu, banyak pihak mempertanyakan langkah ini.

Masyarakat mendesak agar hukum ditegakkan tanpa memandang status atau pengaruh tersangka, tak hanya menuntut keadilan bagi korban, tetapi juga menantikan kepastian bahwa hukum tetap berjalan untuk melindungi hak-hak anak.

Baca Juga :  Lampung, Raksasa yang Tertidur: Ekonomi Tertinggal Meski Potensi Melimpah

Penganiayaan Brutal di Jalan Raya

Sebuah rekaman CCTV yang menghebohkan publik memperlihatkan detik-detik mencekam ketika seorang mahasiswa UIN Raden Intan Lampung, AHA (21), dianiaya tanpa ampun oleh dua pria di tengah jalan.

Peristiwa tragis ini terjadi di depan Klinik Kedaton Medical Centre pada 15 Oktober 2024, ketika AHA, yang sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya, secara tidak sengaja menyerempet sebuah mobil Daihatsu Terios hitam.

Apa yang seharusnya menjadi kecelakaan kecil, berubah menjadi drama penuh kekerasan. Dua pria, tanpa ampun, keluar dari mobil dan menyerang AHA.

Pukulan demi pukulan dilayangkan hingga mahasiswa tak berdaya itu terjatuh dari motornya.

Dengan wajah berlumuran darah, AHA hanya bisa pasrah menerima amukan liar dari pelaku yang tampak tak terhentikan, meskipun seorang pria berseragam sempat mencoba menenangkan situasi.

Luka fisik AHA mungkin bisa sembuh, namun luka batin yang ditinggalkan oleh ketidakadilan ini terus menganga.

Kasus ini seolah berjalan di tempat, meninggalkan pertanyaan besar: di mana keadilan?

Intimidasi di Ruang Pleno, Sunyi di Ruang Keadilan

Tak hanya itu, kasus lain yang tak kalah mencengangkan juga mencuat dari Rapat Pleno Terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Swiss-Belhotel, Bandar Lampung, 20 September 2024.

Baca Juga :  Tetap Mengabdi sebagai Guru, Istri Wakil Bupati Lampura Pilih Jalan Sederhana

Ahmad Mufid, seorang wartawan media online, menghadapi tindakan intimidatif dan kekerasan dari seorang anggota Panitia Pemilih Kecamatan (PPK) yang tak segan menantangnya berduel.

Kejadian yang bermula dari ketegangan terkait redaksi berita acara Bawaslu itu memuncak hingga Mufid didorong secara fisik.

Meski insiden ini telah dilaporkan secara resmi ke Polresta Bandar Lampung, nasibnya tak jauh berbeda dengan kasus penganiayaan AHA—berjalan tanpa kejelasan, berharap tanpa kepastian.

Kendati mediasi sempat diupayakan, upaya tersebut kandas tanpa hasil. Kini, Mufid hanya bisa menunggu keadilan yang terasa semakin mengabur di balik tumpukan laporan yang belum tersentuh.

Bandar Lampung dalam Bayang-Bayang Ketidakadilan

Catatan kasus ini adalah bukti nyata betapa lambannya penegakan hukum di Bandar Lampung. Para korban dibiarkan meratap dalam sunyi, sementara pelaku bebas melenggang tanpa hukuman.

Di tengah deretan laporan yang menumpuk, harapan para korban akan keadilan seolah terbuang dalam ketidakpastian yang menyiksa.

Di manakah janji keadilan yang seharusnya melindungi setiap warganya? Keadilan yang tertunda ini bukan hanya sekadar masalah hukum, tetapi pertaruhan kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum di Bandar Lampung.

Penulis Ahlun Nazar.

Berita Terkait

Cakra Surya Manggala Dukung Langkah Aktifis GERMASI, Desak Kejagung Tindak Tegas Dalang Perusakan TNBBS
80 Tahun PT KAI: Dari Rel Sejarah Menuju Transportasi Modern
Eks Pj Gubernur Lampung Samsudin Diperiksa Kejati, Bungkam soal Kasus yang Disidik
Harga Ubi Kayu Dipatok Rp1.350 per Kilo, Kementan Perketat Impor Tapioka dan Jagung
“Nasi Datang, Demo Jadi Tenang” Potret Gerakan Mahasiswa Era Delivery Order
Aktivis 98 Kecam Tindakan Represif Aparat dan Tuntut Keadilan atas Gugurnya Kawan Ojol Pejuang Demokrasi
Ratusan Mundur dari Sekolah Rakyat: Antara Idealisme Program dan Realitas Lapangan
Specialty Indonesia 2025 Digelar, Ratusan Pelaku Industri Siap Unjuk Gigi
Berita ini 84 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 8 Oktober 2025 - 08:26 WIB

Cakra Surya Manggala Dukung Langkah Aktifis GERMASI, Desak Kejagung Tindak Tegas Dalang Perusakan TNBBS

Senin, 29 September 2025 - 15:38 WIB

80 Tahun PT KAI: Dari Rel Sejarah Menuju Transportasi Modern

Jumat, 19 September 2025 - 21:27 WIB

Eks Pj Gubernur Lampung Samsudin Diperiksa Kejati, Bungkam soal Kasus yang Disidik

Rabu, 10 September 2025 - 16:52 WIB

Harga Ubi Kayu Dipatok Rp1.350 per Kilo, Kementan Perketat Impor Tapioka dan Jagung

Senin, 1 September 2025 - 21:10 WIB

“Nasi Datang, Demo Jadi Tenang” Potret Gerakan Mahasiswa Era Delivery Order

Berita Terbaru