GRAFITI.ID — Sudirman Dewa, aktivis lembaga swadaya masyarakat Keramat, menduga ada kejanggalan atas sikap beberapa institusi yang bungkam saat dimintai konfirmasi tentang aliran dana hibah Pemprov Lampung yang diterima Kormi. Sedangkan Ombudsman Perwakilan Lampung meminta penggunaan anggaran daerah, termasuk hibah, dilakukan secara transparan.
Pandangan itu disampaikan Sudirman saat ditemui Grafiti.id. Keherannya bertambah setelah mengetahui ada beberapa anggota dewan di Komisi V DPRD Lampung yang tutup mulut ketika dimintai pendapatnya.
“Saya tahu dengan nama-nama anggota dewan yang sudah dihubungi Grafiti.id, namun bungkam saat dimintai pandangan seputar dana hibah untuk Kormi,” kata Sudirman, setelah disebutkan beberapa nama anggota dewan Komisi V yang bermitra dengan bidang olahraga tersebut, Senin (15/11/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya heran saja. Kenapa kalau dimintai pendapatnya tentang hal lain yang menyangkut bidang mitra kerjanya, mereka terkesan enteng bicara. Mungkin karena pandangan yang dimintakan bersifat normatif. Tapi ketika disodorkan hal-hal indikasi janggal dan dimintakan analisanya, sontak bungkam. Apa karena menganggap itu berpotensi menimbukan risiko atau konsekuensi terhadap kepentingan pribadi dan kepartaiannya?
Kalau benar kecenderungannya ke arah itu, maka dengan mudah kita bisa menganggap anggota dewan serupa itu hanya berbunyi ketika dirasa aman. Padahal idealnya kan nggak begitu. Bukankah kalau berisiko sekalipun, tetapi itu menyangkut kepentingan publik dan anggaran daerah, anggota dewan mesti tetap hadir. Kan memang itu fungsinya. Mengawasi penggunaan anggaran eksekutif?” sergah Sudirman.
Ditambahkannya, terlebih Komisi V DPRD bermitra kerja dengan bidang olahraga, sedangkan Kormi atau Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia juga beraktivitas di keolahragaan.
“Makin relevan lagi setelah dipastikan Kormi menerima dana hibah dari Pemprov Lampung sebesar Rp2 miliar pada tahun 2020. Itu kan sangat relevan dengan tupoksi dewan untuk memonitoring penggunaan dan pertanggungjawaban dana daerah. Tapi realitanya kok mereka malah memilih bungkam. Ada apa? ini semakin menggelitik rasa ingin tahu publik,” papar Sudirman.
Lebih lanjut dia mengatakan, lembaganya akan ikut menginvestigasi indikasi tersebut. Sudirman menduga ada keterkaitan dengan struktur kepengurusan Kormi.
“Nanti kita telusuri siapa saja yang ada di struktur kepengurusan Kormi. Boleh jadi ada para pembesar di sana, atau setidaknya mereka memiliki koneksitas erat dengan para pembesar di eksekutif, sehingga menimbulkan kesungkanan bagi anggota dewan untuk menyoroti penggunaan dana hibah di lembaga itu.
Kalau benar ada indikasi seperti ini jelas tidak bisa dibenarkan. Apalagi kalau ternyata memang ada nuansa KKN yang kental disitu. Tidak boleh itu. Karena biarpun satu sen, kalau itu berasal dari keuangan daerah, wajib hukumnya untuk dipertanggungjawabkan. Sebab itu uang masyarakat. Bukan duit sekelean atau unsur KKN,” pungkas Sudirman.
Ombudsman Angkat Bicara
Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf, menyebut sumber dana hibah berasal dari anggaran daerah. Dan itu representasi dari uang rakyat. Sehingga penggunaannya perlu dipertanggungjawabkan.
“Memang benar hibah merupakan hak prerogatif kepala daerah. Tapi dalam penyalurannya tetap harus melewati berbagai aspek pertimbangan. Misalnya, pertimbangan aspek kelayakan dan urgensitas. Jadi tidak serta merta melulu berdasarkan keinginan kepala daerah semata. Tidak sesederhana itu,” ungkap Nur, saat menerima Grafiti.id di kantornya.
Aspek kelayakan dan urgensitas, sambungnya, perlu di kedepankan terlebih di saat daerah sedang mengalami keterbatasan anggaran seperti saat ini, “Mestinya ya lebih selektif lagi dalam penggunaan anggaran. Termasuk saat menyalurkan dana hibah.”
Dia juga menyebut dana hibah diberikn kepada pihak tertentu dan itu bukan bersifat pemberian terhadap personal. Institusi apa pun yang menerima dana hibah kepala daerah, wajib melaporkan penggunaan dana hibah yang diterimanya.
“Itu sebagai bentuk pertanggungjawaban. Sebaliknya, pemerintah sebagai penyalur anggaran daerah juga harus mengedepankan transparansi terhadap publik. Karena menyangkut dana publik, maka publik juga berhak mengetahui laporan penggunaannya,” urai Nur.
“Dalam hal ini saya bukan dalam konteks menghakimi. Saya bicara berdasarkan ketentuan. Pemberi dan penerima dana hibah mesti memperhatikan administrasi dan akuntabilitas. Kemudian transparatif. Kalau semua sudah dilakukan secara benar dan dana hibah digunakan sesuai peruntukkan, seharusnya tak ada alasan untuk tidak transparan, toh. Jangan sampai perihal ketertiban administratif penggunaan dana hibah disepelekan. Sebab hal demikian bisa berpotensi memunculkan praktik maladministrasi,” pungkas Nur.
Sebelumnya diberitakan Kormi -awalnya bernama Formi- telah menerima dana hibah Pemprov Lampung tahun anggaran 2020 sebesar Rp2 miliar. Saat dikonfirmasi Andi Hajar, Ketua Komisi Olahraga Tradisional dan Kreasi Budaya (OTKB) KORMI Lampung, itu membenarkan komitenya menerima dana hibah dari Pemprov Lampung. Hanya saja dia mengklaim dana yang diterima bukan Rp2 miliar.
“Nggak sampai segitu,” ucapnya, saat dirinya menghubungi Grafiti.id, Kamis (21/10/2021) malam. Sayangnya, saat ditanya nilai konkrit dana hibah yang diterima, Andi mengaku tidak tahu persis.
Demikian pula saat ditanyakan alamat sekretariat Kormi Lampung, Andi tak langsung menjawab. “Nanti ada rekan kami yang akan menjelaskan lebih lanjut,” ungkapnya. Namun, hingga berita ini ditayangkan, Sabtu (23/10/2021), klarifikasi lanjutan yang dimaksud Andi tak kunjung diterima Grafiti.id. (Tim)Pemred Grafiti.id saat berada di Kantor Ombudsman Perwakilan Lampung. (foto: Grafiti.id)
EDITOR: BINTANG