Deklarasi Perang terhadap LGBT, Koordinator Lampung Anti-LGBT Godok Strategi Perda Pelarangan
berandalappung.com— Hajimena Natar, genderang perang terhadap gerakan LGBT ditabuh makin keras di Lampung. Minggu siang (13/7), lima tokoh sentral Koordinator Lampung Anti-LGBT berkumpul dalam rapat strategis di Posko Relawan Kebon Bibit, Hajimena, Natar. Mereka tak lagi sekadar bersuara kali ini, langkah politik dan hukum mulai dirancang serius: mendorong lahirnya Peraturan Daerah Anti-LGBT.
Rapat yang dimulai pukul 14.00 WIB ini bukan agenda biasa. Di dalamnya, tersusun rencana untuk menyusun naskah akademik Ranperda Anti-LGBT yang diyakini akan menjadi “benteng terakhir” menghadang arus deras kampanye normalisasi LGBT di tengah masyarakat Lampung, khususnya kalangan muda.
Lima figur kunci memimpin pertemuan ini Habib Umar Assegaf, Ust. Dr. H. Firmansyah, MBA., M.Sc., Ust. Ansori, S.P., Ust. Ahmad Sulaiman, M.A., dan Hj. Nurhasanah, S.H., M.H. Mereka menyatakan bahwa perjuangan ini bukan sekadar pilihan moral, tetapi panggilan sejarah untuk menyelamatkan nilai luhur bangsa dari apa yang mereka sebut sebagai “penyimpangan yang terorganisir.”
“Kami tidak sedang melawan manusia, tapi kami melawan ideologi global yang menyusupkan nilai-nilai kebebasan seksual ke dalam tubuh masyarakat Indonesia. Dan Lampung, tidak boleh jadi laboratorium eksperimen moral mereka,” tegas Habib Umar dalam pernyataan pembuka yang menggugah.
Di balik layar, Divisi Hukum dan Advokasi memainkan peran penting. Dipimpin oleh Ust. Misbahul Anam Rey, S.H., M.H., CTMA, tim ini dihuni barisan akademisi, pengacara, dan aktivis yang telah menyatakan siap bertarung di gelanggang legal formal. Nama-nama seperti Achmad Syukri Baihaki, Apriliati, Nina Zusanti, hingga Andri Trisco masuk dalam barisan penyusun draf akademik perda tersebut.
“Kami akan pastikan naskah akademik ini tidak hanya kuat secara argumentasi hukum, tetapi juga tahan uji dalam dinamika politik lokal dan nasional,” ujar Misbahul.
Lebih lantang lagi, Hj. Nurhasanah menyerukan agar masyarakat tak ragu menolak gerakan LGBT yang dianggap kian masif menyusup lewat media sosial, konten digital, bahkan kebijakan sekolah.
“Lawan! Jangan beri ruang sedikit pun! Kita sedang diserbu secara senyap. Jika kita diam, maka anak-anak kita yang akan menanggung akibatnya,” ujarnya penuh semangat.
Rapat ini menghasilkan beberapa poin strategis yang akan menjadi kerangka awal penyusunan naskah akademik Ranperda. Dalam waktu dekat, tim ini akan melakukan konsolidasi lintas tokoh masyarakat, ormas, dan unsur legislatif di DPRD.
Langkah Koordinator Lampung Anti-LGBT ini bisa menjadi bola salju. Jika Ranperda ini berhasil masuk ke meja DPRD, Lampung bisa menjadi provinsi pertama di Sumatera yang secara terang-terangan mengusulkan regulasi pelarangan LGBT.
Namun di sisi lain, langkah ini juga mengundang kontroversi. Isu hak asasi, diskriminasi, dan kebebasan individu diprediksi akan muncul sebagai kontra-narasi dari berbagai kalangan.
Pertanyaannya kini bukan lagi soal apakah perlawanan ini akan terjadi, tapi sejauh mana gelombang anti-LGBT di Lampung akan mengguncang wacana nasional?
Editor : Alex Buay Sako