Sekuel Tragedi Zarof Ricar: Vonis Diperberat, Jejak Uang dan Kasus Baru Membayang

Avatar photo

- Jurnalis

Minggu, 27 Juli 2025 - 14:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sekuel Tragedi Zarof Ricar: Vonis Diperberat, Jejak Uang dan Kasus Baru Membayang

 

berandalappung.com— Jakarta, lembar gelap karier Zarof Ricar, eks pejabat Mahkamah Agung, terus bergulir. Kamis siang, 24 Juli 2025, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Zarof dari 16 menjadi 18 tahun penjara. Bukan sekadar vonis yang bertambah dua tahun, keputusan ini membuka kembali borok-borok peradilan yang sejak awal tercium amis praktik suap dalam pengurusan perkara, rekayasa vonis, hingga aliran dana mencurigakan triliunan rupiah.

Putusan banding itu dibacakan majelis hakim tinggi yang diketuai Albertina Ho, didampingi Budi Susilo dan Agung Iswanto. Dalam amar putusannya, majelis menilai bahwa perbuatan Zarof telah mencoreng integritas lembaga peradilan secara sistemik.

“Tindakan Terdakwa menimbulkan prasangka publik bahwa hakim dapat dibeli dan sistem hukum mudah dikendalikan uang,” kata hakim Albertina dalam sidang yang berlangsung di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Zarof juga dikenai denda Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan. Namun, lebih dari sekadar hukuman pidana, majelis hakim secara tegas menolak argumen pembelaan yang menyebut Rp8,8 miliar uang milik Zarof adalah penghasilan sah.

Uang, Emas, dan Asal-Usul yang Gelap

Hakim Pengadilan Tinggi menilai alasan hukum yang digunakan dalam putusan sebelumnya terlalu longgar. Pengembalian uang Rp8,8 miliar kepada Zarof oleh majelis tingkat pertama hanya bersandar pada keterangan satu saksi dari Kantor Pelayanan Pajak.

“Tidak ada perhitungan detil mengenai pemakaian penghasilan dalam satu tahun,” ujar hakim.

Majelis juga menyoroti ketidakmampuan Zarof membuktikan asal-usul uang sebesar Rp915 miliar dan logam mulia seberat 51 kilogram yang disita dari rumahnya di kawasan elite Senayan.

Baca Juga :  Matab, Perda Anti LGBT Segera Direalisasikan

Sementara dalam perkara awal, Zarof dinyatakan terbukti menerima gratifikasi untuk memuluskan vonis bebas bagi Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus kematian Dini Sera Afrianti. Kasus ini menjadi pintu masuk bagi penyidik Kejaksaan Agung mengungkap jaringan makelar perkara di lingkaran peradilan.

Lisa Rachmat, Dana Gelap, dan Jasa Kotor

Nama Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur, muncul sebagai pihak yang menjembatani suap. Ia disebut menawarkan Rp5 miliar kepada Zarof untuk “membantu” urusan kasasi. Dari jumlah itu, Rp1 miliar dijanjikan sebagai imbalan jasa Zarof.

Namun uang tersebut belum sempat mengalir ke hakim agung. Ketika ditangkap di Jimbaran, Bali, penyidik mendapati dana suap itu masih tersimpan rapi di rumah Zarof.

Penelusuran Kejaksaan menunjukkan bahwa praktik “perdagangan perkara” ini bukan kali pertama. Jejak digital dan dokumen yang disita mengungkap pola yang sama dalam sejumlah kasus sebelumnya.

Perkara Belum Usai: TPPU dan Suap di Pengadilan Tinggi

Kamis malam, 27 Juli 2025, Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa vonis Zarof bukan akhir cerita. Dua perkara lain kini tengah menantinya.

Pertama, Zarof telah ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejak 10 April 2025. Berdasarkan hasil pengembangan perkara gratifikasi, penyidik menemukan indikasi kuat bahwa aliran dana jumbo milik Zarof terkait dengan hasil kejahatan.

Kedua, Zarof kembali dijerat dalam perkara suap pada Pengadilan Tinggi Jakarta pada kurun 2003-2005. Dalam kasus ini, ia didakwa bersama dua tokoh lainnya: Lisa Rachmat dan Isodorus Iswardojo, mantan hakim yang kini berusia 88 tahun dan tengah sakit keras.

Baca Juga :  Sekda Provinsi Lampung, Sambangi Rumah Duka Akibat Pohon Tumbang

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengungkap nilai suap dalam kasus ini mencapai Rp6 miliar untuk putusan tingkat banding, dan Rp5 miliar di tingkat kasasi.

“Ini hasil pengembangan dari penggeledahan rumah ZR beberapa waktu lalu. Penyidik terus mendalami dugaan suap dalam berbagai putusan pengadilan,” ujar Harli.

Sistem Peradilan dalam Cermin Retak

Kasus Zarof Ricar membuka tirai tentang karut-marut integritas peradilan di Indonesia. Dari balik meja peradilan, ia menjalankan peran sebagai makelar kasus, penghubung antara uang dan kekuasaan yudisial. Bukan tidak mungkin, praktik ini adalah puncak dari gunung es yang jauh lebih luas.

Penyidik meyakini, jaringan ini melibatkan lebih dari sekadar tiga nama. Dalam proses hukum yang tengah berjalan, publik menunggu: apakah akan muncul nama-nama baru? Apakah MA berani bersih-bersih sampai ke akar?

Untuk saat ini, satu hal yang pasti: skandal Zarof bukan sekadar aib seorang pejabat tinggi, tetapi juga cermin retaknya moralitas peradilan di negeri ini.

Editor : Alex Buay Sako

Berita Terkait

Ketua Gepak Sebut Dijebak, Polisi Diminta Periksa Siapa Yuda Yang Memasukan Uang Kedalam Mobil
Kasus KDRT Lampura, Korban Mengadu ke Propam
Kejati Lampung Ditantang: Berani Sentuh Kepala Daerah Aktif atau Hanya Mantan Jadi Tumbal?
Mantan Petinggi HIPMI Provinsi Lampung Terjerat Narkoba Layak Diproses Pidana
Kasus HIPMI Lampung dan Celah Penegakan Hukum Narkotika
Aroma Uang Minyak di Rumah Sang Gubernur
“Gerombolan” HIPMI, Jangan Nodai Marwah Gubernur Lampung dan Ketua DPRD Lampung
GRANAT Desak Pemkot Cabut Izin Karaoke Astronom Hotel Grand Mercure
Berita ini 35 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 23 September 2025 - 06:57 WIB

Ketua Gepak Sebut Dijebak, Polisi Diminta Periksa Siapa Yuda Yang Memasukan Uang Kedalam Mobil

Senin, 15 September 2025 - 07:10 WIB

Kasus KDRT Lampura, Korban Mengadu ke Propam

Kamis, 11 September 2025 - 21:15 WIB

Kejati Lampung Ditantang: Berani Sentuh Kepala Daerah Aktif atau Hanya Mantan Jadi Tumbal?

Rabu, 10 September 2025 - 19:55 WIB

Mantan Petinggi HIPMI Provinsi Lampung Terjerat Narkoba Layak Diproses Pidana

Jumat, 5 September 2025 - 19:59 WIB

Kasus HIPMI Lampung dan Celah Penegakan Hukum Narkotika

Berita Terbaru

Peristiwa

Lampung dan Jembatan Gantung yang Terlupakan

Minggu, 21 Sep 2025 - 08:07 WIB