Skandal Alsintan Lampung 771 Unit Raib, Dinas Buang Badan, Uang Negara Melayang
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
berandalappung.com— Raja Basa, di tengah himpitan krisis pangan dan tuntutan swasembada, justru hibah alat dan mesin pertanian (alsintan) senilai puluhan miliar rupiah dari negara ke petani Lampung diduga lenyap tanpa jejak. Fakta ini mengemuka dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang menyebut 771 unit alsintan hibah dari Kementerian Pertanian tidak tercatat dalam aset Pemprov Lampung, dan sebagian besar tak jelas keberadaannya.
Barang hilang. Dokumen tak lengkap. Pejabat saling lempar tangan. Tapi uang negara tetap menguap.
Masalah ini tak lagi bisa ditutup-tutupi. Inspektorat Provinsi Lampung akhirnya turun tangan. Sejumlah pejabat di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (KPTPH) mulai diperiksa. Salah satunya Lia Aprilinda, Kepala Seksi Mekanisasi Alsintan, yang membawahi Brigade Alsintan dan bengkel Tegineneng.
Sumber internal menyebut Lia bahkan diminta menandatangani pernyataan siap dicopot dari jabatannya. Sayangnya, konfirmasi kepada yang bersangkutan belum mendapat tanggapan.
29 Miliar Rupiah Hibah, 771 Unit Tak Diketahui Rimbanya
Dari tahun 2022–2023, Kementerian Pertanian menyerahkan 1.057 unit alsintan kepada Dinas KPTPH Provinsi Lampung, dengan total nilai mencapai Rp 29,3 miliar. Namun berdasarkan data resmi, hanya 286 unit yang dikelola Brigade Alsintan. Sisanya 771 unit diduga sudah berpindah tangan tanpa prosedur yang sah.
Lebih memprihatinkan lagi, dokumen hibah dan pencatatan barang tidak tersedia secara lengkap. BPK mencatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan No. 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, seluruh alsintan hibah tersebut belum dicatat sebagai aset daerah.
Alasannya? Pengurus barang Dinas KPTPH berkilah bahwa dokumen hibah dari tahun 2022 baru diterima pada November 2023. Ironisnya, saat BPK melakukan pemeriksaan fisik, ditemukan 3 unit traktor dan 21 unit handsprayer masih tersimpan di gudang artinya belum didistribusikan ke petani.
Modus “Hibah Siluman”?
Lebih jauh, dalam pemeriksaan, pejabat dinas menyatakan sebagian alsintan dititipkan ke gudang Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) dengan alasan “barang terlalu banyak”. Manajer Alsintan menyebut bahwa pembagian dilakukan atas instruksi dari Kementerian Pertanian, dan mereka hanya mengantar barang ke lokasi tanpa tahu siapa penerimanya. Semua tanda terima ditandatangani koordinator lapangan.
Pengakuan ini terbantahkan.
BPK menemukan, serah terima alsintan ke kelompok tani dilakukan oleh Dinas KPTPH Kabupaten/Kota, bukan langsung dari Brigade Alsintan. Bahkan Kepala UPTD Brigade Alsintan mengaku tidak pernah mencatat kelompok tani penerima hibah.
Artinya distribusi 771 unit alsintan dilakukan tanpa prosedur, tanpa pencatatan, dan tanpa transparansi.
Apakah alat-alat ini diberikan? Dipinjamkan? Dijual? Tak ada yang tahu pasti.
Dana Mengalir, Akuntabilitas Bocor
Brigade Alsintan mencatat pendapatan dari sewa alat mencapai Rp 4,4 miliar sepanjang 2024. Saldo rekening akhir tahun mencapai hampir Rp 4 miliar. Tapi besar aliran uang ini justru memperdalam kecurigaan publik. Bagaimana mungkin uang sewa tercatat, tapi barang milik negara tak bisa ditelusuri?
Ini bukan soal kelalaian administratif. Ini soal potensi penggelapan aset dan penyalahgunaan wewenang.
Apalagi, dalam APBD 2024, tercatat dana lebih dari Rp 7,1 miliar digelontorkan untuk penyediaan sarana pertanian. Tapi dari segi pengawasan, Dinas KPTPH justru tak mampu menjelaskan keberadaan barang yang nilainya jauh lebih besar.
Tanggung Jawab Gubernur Dipertaruhkan
Skandal alsintan ini bukan lagi persoalan teknis. Ini adalah indikasi kegagalan tata kelola dan lemahnya integritas birokrasi pertanian di Lampung. BPK secara tegas meminta Gubernur agar memerintahkan Kadis KPTPH, Bani Ispriyanto, untuk menelusuri kembali keberadaan barang hibah, melengkapi dokumen, dan segera mencatatnya sebagai aset Pemprov.
Namun sampai hari ini, belum ada pernyataan resmi dari Gubernur maupun kepala dinas. Tak ada pula langkah konkret mengungkap ke mana perginya ratusan unit alsintan yang dibeli dengan uang negara untuk membantu petani.
Pertanyaan paling mendesak sekarang siapa yang bermain dalam “hilangnya” 771 unit alsintan itu? Dan kapan hukum mulai bekerja?
Editor : Alex Buay Sako