Berandalappung.com – Kepolisian Resor (Polres) Way Kanan menggelar konferensi pers terkait hasil gelar perkara khusus kasus pencurian sepeda motor yang melibatkan dua anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Kecamatan Way Tuba.
Dalam pertemuan tersebut, seluruh pihak yang terlibat sepakat menyelesaikan perkara melalui mekanisme restorative justice.
Konferensi pers yang berlangsung pada Selasa (4/2/2025) di Aula Adhi Pradana Mako Polres Way Kanan itu dipimpin langsung oleh Kapolres Way Kanan AKBP Adanan Mangopang, didampingi Kasatreskrim AKP Sigit Barazili dan Kapolsek Way Tuba Iptu Boby.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk tokoh masyarakat, perwakilan pemerintah daerah, serta pembimbing kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas II B Kotabumi, Lampung Utara.
Kronologi Kejadian dan Proses Penyelesaian
Kasus ini bermula dari dugaan pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh dua ABH berinisial AS (14) dan DR (14) pada 28 Januari 2025 di halaman rumah warga di Kampung Way Tuba Asri, Kecamatan Way Tuba.
Setelah kejadian tersebut, keluarga korban DS dan pihak keluarga pelaku akhirnya memilih menyelesaikan perkara ini melalui musyawarah kekeluargaan.
Kapolres Way Kanan AKBP Adanan Mangopang menjelaskan bahwa gelar perkara khusus ini merupakan tindak lanjut dari aksi unjuk rasa masyarakat yang sebelumnya meminta kejelasan terkait status hukum kedua ABH.
“Setelah menerima pengaduan masyarakat, kami melakukan gelar perkara dengan menghadirkan semua pihak, termasuk perwakilan masyarakat dan instansi terkait. Dari hasil musyawarah, disepakati bahwa perkara ini diselesaikan secara restorative justice,” jelasnya.
Kesepakatan ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk BAPAS Kelas II B Kotabumi, yang menegaskan bahwa penyelesaian kasus melalui mekanisme keadilan restoratif telah sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021.
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Pertama Wendy Heri Haslin menegaskan bahwa dalam kasus yang melibatkan anak, hukum yang berlaku berbeda dengan hukum orang dewasa.
“Semua prosedur sudah memenuhi syarat formil dan materiil. Ke depan, masyarakat perlu lebih memahami konsep restorative justice, terutama dalam penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang semakin menekankan pendekatan ini,” ujarnya.
Pihak korban juga telah menerima keputusan ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Orang tua DS menyatakan bahwa mereka telah memaafkan kedua ABH dan menerima penyelesaian perkara secara kekeluargaan.
“Memaafkan adalah perbuatan mulia. Kami sepakat untuk menempuh jalan damai demi kebaikan bersama,” katanya.
Sementara itu, keluarga pelaku juga menyampaikan permohonan maaf kepada korban serta masyarakat.
Mereka berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi anak-anak mereka agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Perwakilan masyarakat, M. Yusuf, yang sebelumnya ikut dalam aksi unjuk rasa, juga mengakui bahwa terjadi miskomunikasi dalam memahami proses hukum yang dilakukan kepolisian.
“Setelah mendengar penjelasan dari penyidik dan BAPAS, saya menyadari bahwa semua tahapan sudah dilakukan sesuai prosedur. Apalagi korban juga telah menerima dan menandatangani kesepakatan damai,” ungkapnya.
Dengan adanya kesepakatan ini, seluruh pihak menerima keputusan secara sukarela tanpa adanya tekanan atau paksaan.
Gelar perkara khusus ini menegaskan bahwa pendekatan restorative justice dapat menjadi solusi yang lebih baik, terutama dalam kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
Restorative justice tidak hanya menghindarkan anak-anak dari stigma negatif akibat proses peradilan formal, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertanggung jawab atas perbuatannya serta belajar dari kesalahan.
Polres Way Kanan berharap pendekatan serupa dapat terus diterapkan dalam kasus-kasus tertentu yang memenuhi syarat, guna menciptakan keadilan yang lebih humanis dan mendukung pemulihan hubungan sosial dalam masyarakat.