Bandar Lampung (berandalappung.com) – Rekanan PT Nindya Karya diduga mengabaikan kewajiban terkait penerapan Alat Pelindung Diri (APD) dan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam proyek pembangunan RSPTN, IRC, dan WWTP di Universitas Lampung, Selasa, (10/9/ 2024).
Berdasarkan pantauan Berandalampung.com, para pekerja terlihat bekerja tanpa menggunakan APD yang seharusnya wajib dikenakan demi menjaga keselamatan. Hal ini menandakan kelalaian dalam mematuhi prosedur K3 yang semestinya menjadi prioritas utama.
Tanggung jawab moral dan hukum atas keselamatan pekerja berada pada penyedia jasa dan pemberi kerja. Dalam proyek senilai Rp198.865.665.859 ini, pelanggaran aturan K3 menunjukkan sikap tidak profesional yang dapat berakibat fatal.
Aturan K3 telah diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3, serta Permenaker No. 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina K3 (P2K3).
Mengabaikan aturan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi mengancam nyawa pekerja.
Saat dikonfirmasi, Rektor Universitas Lampung, Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM., ASEAN Eng., mengatakan bahwa didalam pengerjaan proyek tersebut sudah di jaga ketat oleh pengawas lapangan.
“Itu ada helm kuning pekerja dan APDnya di lokasi kerja ketat dan ada pengawasnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, dirinya mengklaim bahwa dokumentasi yang di ambil oleh jurnalis bukan pekerja melainkan tukang yang membenarkan mesin mobil di sekitar lokasi.
“Kalau saya lihat ini bukan sedang mengerjakan CW kg benerin mesin mobil he he mungkin. Ya beritakan saja baik baik,” pungkas Rektor Unila.
Selain itu, PPK RSPTN Unila, Andius D Putra, saat dikonfirmasi, menambahkan bahwa pihaknya akan segera melakukan peneguran kepada vendor.
“Ya terima kasih nanti akan saya beri teguran mengenai hal ini,” tuturnya.
Namun saat ditanyakan sanksi lainnya karna mengingat K3 bagian syarat penting yang harus dipenuhi rekanan justru sangat disayangkan dirinya enggan berkomentar dan terkesan mengabaikan pertanyaan yang diajukan jurnalis berandalappung.com.
Sebelumnya, proyek CWU pembangunan RSPTN, IRC, dan WWTP Universitas Lampung juga ramai diberitakan terkait dugaan korupsi. Laporan menyebutkan indikasi mark up sebesar 40 persen.
Gapeksindo Lampung menerima tembusan surat dari Lembaga Gerakan Rakyat Peduli Pembangunan Lampung (GRPPL) yang menuduh PT Nindya Karya melakukan mark up pada kualitas mutu beton proyek CWU, sehingga terjadi selisih hingga 40% dari Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Tim kami sudah melakukan investigasi terkait harga readymix di seluruh produsen, dan harga termurah masih di atas satu juta. Jadi, hampir bisa dipastikan mutu beton di proyek RSPTN dikurangi,” ujar Johan Budi, Ketua GRPPL.
Johan menambahkan, keuntungan yang diambil pihak rekanan proyek mencapai 40% dari harga RAB, sehingga ada indikasi penurunan kualitas material yang digunakan.
GRPPL meminta pihak penegak hukum dan BPK Perwakilan Lampung untuk mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek ini. Mereka juga mendesak agar uji laboratorium dilakukan terhadap mutu beton yang digunakan.
“Jika hasil uji menunjukkan adanya mark up dan mutu beton yang tidak standar, proyek ini bisa dianggap gagal konstruksi dan harus dibongkar,” tutup Doni Barata, Ketua Dewan Pembina Gapeksindo Lampung.