Petani Kopi Terjebak Sistem Izon, Sistem Pagar Masih Terbatas Konsep, Begini kata DR Usep Saifudin

Avatar photo

- Jurnalis

Sabtu, 21 Oktober 2023 - 18:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BERANDALAPPUNG.COM – Petani Kopi di Lampung didorong oleh Pemerintah Provinsi Lampung dengan sistem Pagar. Sistem ini merupakan metode penanaman  kopi yang ditanam secara berjajar dan rapat, dengan jarak tanam sekitar satu meter antar tanaman dalam satu baris.

Usep Syaifudin selaku Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila) mengatakan, sistem pagar itu kita mencontoh Brazil, memang betul bisa empat ribu tanaman dengan lahan satu hektar dengan sistem pagar.

“Di Brazil para petani sudah maju dan modern pupuk tersedia oleh pemerintah, kita di Lampung menerapkan empat ribu tanaman seperti Brazil bisa saja. Tetapi pupuk harus tersedia hingga sarana produksi disiapkan, apakah pupuk petani kita tercukupi, kan tidak,” kata Usep ke awak media Sabtu (21/10/2023).

Persoalan Kopi di Lampung menjadi produk unggul, yang pertama dari sisi hulu produktivitas yang masih rendah, Lampung itu hanya rata-rata 0,8 sampai 1 ton per haktare per tahun cukup rentah dibandingkan dengan Vietnam atau beberapa daerah di Indonesia.

Baca Juga :  Kisah Scarface: Raja Maasai Mara Yang Menolak Takdir Alam

“Yang berikutnya di sektor hilir, mata rantai tata niaga Kopi dari Petani sampai pengguna terakhir Kopi itu sangat panjang, sangat banyak pihak yang terlibat mengambil keuntungan dimata rantai tersebut,” tambahnya.

Oleh karena Itu, harga Kopi petani itu sangat lemah. Secara Ekonomi juga merasakan keanehan, petani yang memiliki barang tapi dia tidak bisa menentukan harga.

“Berapa harga yang dibeli oleh pembeli, oleh tengkulak dan pengepul dan lain-lain petani hanya bisa ikut. Di tahun 2020 saya dengan team mengikuti kajian bersama KPPU di lima Provinsi dengan Produsen Kopi terbesar di Indonesia, dan Lampung memiliki kelemahan di mata rantai tengkulak, dan masa nunggu panen petani tidak bekerja,” ujar Usep.

Baca Juga :  Tidak Putus Semangat, Bem Feb Unila Gelar LKMMTD

Sehingga masa panen rendah, hasil penjualan tidak cukup untuk membiayai kembali pemeliharaan Kopi dan biaya hidup petani.

“Dalam konteks itu memang penanganan harus saling bahu membahu untuk menangani persoalan ini, tidak bisa sendiri. Disisi hulu untuk meningkatkan Produktivitas, dan disisi hilir untuk memutus mata rantai tengkulak,” tambahnya.

Kualitas Kopi ditingkatkan, dan petani Kopi ada pemasukan tambahan selain di Kopi,  sehingga para petani kita tidak tersesat sistem IZON.

“Disini Kalaborasi Pemerintah dan Sthekhoulder benar-benar diharapkan para petani Kopi, dan masa peremajaan itu dilakukan selama sepuluh tahun diganti dengan bibit Kopi yang baru jika kita ingin maju seperti Negara Brazil dengan sistem Pagar,”pungkas Usep.

Berita Terkait

“Mewahnya Festival Krakatau, Tapi Apa Kabar Radin Inten?”
Potensi Mengubah Kayu Cepat Tumbuh Jadi Tangguh, Solusi Ramah Lingkungan dari Heat Treatment
Metode Menyelam Bawah Air di Irak Kuno, Prasasti Assyria
Jepang Dan Etika Yang Menginspirasi
Kisah Scarface: Raja Maasai Mara Yang Menolak Takdir Alam
Tugu Payan, Sebuah Cerita Denga Penuh Makna
Jangan Berdebat Dengan Keledai
Mengatasi Hama Keong pada Tanaman Padi untuk Menghindari Gagal Panen
Berita ini 432 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 06:33 WIB

“Mewahnya Festival Krakatau, Tapi Apa Kabar Radin Inten?”

Senin, 23 Juni 2025 - 10:44 WIB

Potensi Mengubah Kayu Cepat Tumbuh Jadi Tangguh, Solusi Ramah Lingkungan dari Heat Treatment

Minggu, 18 Mei 2025 - 11:36 WIB

Metode Menyelam Bawah Air di Irak Kuno, Prasasti Assyria

Kamis, 17 April 2025 - 08:23 WIB

Jepang Dan Etika Yang Menginspirasi

Senin, 14 April 2025 - 07:27 WIB

Kisah Scarface: Raja Maasai Mara Yang Menolak Takdir Alam

Berita Terbaru

Pemerintahan

Gubernur Lantik Rendi dan Anang, Ingatkan Jabatan Adalah Amanah

Kamis, 18 Sep 2025 - 21:28 WIB