berandalappung.com -Pagi yang cerah di suatu gurun diwilayah negara Khonoha ada perbincangan antara keledai dan harimau dalam suasana yang akrab.
Keledai berkata kepada harimau, “Rumputnya biru” dan harimau itu menjawab “Tidak, rumputnya hijau. ”
Diskusi memanas, dan keduanya memutuskan untuk menyerahkan masalah ke pihak ketiga yang netral, dan untuk ini mereka pergi menemui singa, Raja Hutan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelum mencapai pembukaan hutan, di mana singa duduk di takhta, keledai mulai berteriak:
– “Yang Mulia, apakah benar rumput itu biru? “.
Singa itu menjawab:
– “Benar, rumput itu biru. ”
Keledai itu bergegas dan melanjutkan:
– “Harimau itu tidak setuju denganku dan berseberangan dan mengganggu aku, tolong hukum dia. ”
Raja kemudian menyatakan:
– “Harimau akan dihukum 5 tahun diam. ”
Keledai itu melompat riang dan melanjutkan perjalanannya, puas dan mengulangi:
– “Rumputnya Biru”…
Harimau menerima hukuman, tetapi sebelum ia bertanya pada singa:
– “Yang Mulia, mengapa engkau menghukumku? Semua tahu rumput warnanya hijau. ”
Singa itu menjawab:
– “Ternyata rumputnya hijau. ”
Harimau itu bertanya “Jadi mengapa kau menghukumku? “. Singa itu menjawab “Itu tidak ada hubungannya dengan pertanyaan apakah rumput itu biru atau hijau.
Hukumannya karna makhluk pemberani dan cerdas sepertimu tidak mungkin membuang waktu berdebat dengan keledai, dan diatas itu keledai datang dan mengusikku dengan pertanyaan itu.
Buang-buang waktu yang terburuk adalah berdebat dengan orang bodoh dan fanatik yang tidak peduli dengan kebenaran atau kenyataan, tetapi hanya kemenangan keyakinan dan ilusi-ilusnya.
Jangan pernah buang waktu pada argumen yang tidak masuk akal.
Ada orang yang, sebanyak apapun bukti dan bukti yang kita sampaikan kepada mereka, tidak mampu memahami, dan yang lain dibutakan oleh ego, kebencian dan dendam, dan yang mereka inginkan hanyalah menjadi benar meskipun mereka tidak benar.
Ketika ketidaktahuan menjerit, diam adalah cerdas. Kedamaian dan ketenanganmu lebih berharga.
Penulis : Lanny Katroida Kaigere
Editor : Hengki Padangratu