Etika yang Menginspirasi: Pelajaran dari Kursi Prioritas di Kereta Jepang oleh Prof. Admi Syarif, Ph.D
berandalappung.com —Beberapa hari ini, kami berkesempatan menggunakan transportasi kereta di wilayah Tokyo. Kereta selalu saja penuh sesak, dengan penumpang yang berdiri rapat di setiap sudut gerbong. Suatu hal yang menarik perhatian saya adalah keberadaan kursi prioritas yang berada di ujung gerbong. Meskipun kursi ini kosong, tidak ada seorang pun yang mendudukinya.
Kursi prioritas memang disediakan untuk mereka yang membutuhkan, seperti lansia, ibu hamil, atau penyandang disabilitas. Sekalipun gerbong penuh dan kaki pegal, tak ada yang “berani” melanggar etika. Mereka rela berdiri berjam-jam ketimbang duduk di tempat yang bukan haknya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini menggambarkan betapa tingginya etika yang diterapkan oleh masyarakat Jepang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka tidak hanya sekedar mematuhi aturan, namun secara konsisten menjalankan hak dan kewajiban sosial.
Di Jepang, penghormatan terhadap orang lain bukan sekadar kewajiban, namun merupakan bagian dari budaya yang sudah mengakar kuat. Meski tidak ada petugas keamanan yang menjaga, namun rasa hormat terhadap sesama dan keinginan untuk tidak mengganggu kenyamanan orang lain menjadikan tindakan ini sebagai norma sosial yang tidak tertulis.
Melalui fenomena ini, saya memberikan hikmah kepada Ananda Tasya akan pentingnya etika dan tanggung jawab sosial. “Keberhasilan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kemajuan teknologi atau infrastruktur, tetapi juga oleh kualitas moral yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari”, ujarku kepada Tasya. Bangsa besar bukan diukur dari tingginya kecanggihan atau canggihnya teknologi—tetapi dari seberapa tinggi rasa hormat mereka terhadap sesama.
Editor : Hengki Padangratu