Bullying : Anomali Lingkungan Pendidikan

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 13 Maret 2024 - 14:11 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dr. Wendy Melfa
Peneliti pada Ruang Demokrasi (RuDem), Foto : Dokument Pribadi Miliknya. 
 

Dr. Wendy Melfa Peneliti pada Ruang Demokrasi (RuDem), Foto : Dokument Pribadi Miliknya.  

BERANDALAPPUNG.COM –

Anomali Pendidikan Kita

 Fenomena bullying turut hadir di ruang publik melalui pemberitaan dengan adanya kerap kali berbagai peristiwa utamanya terjadi di berbagai lingkungan tingkatan sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), pondok pesantren, sekolah kekhususan dan atau ikatan dinas, bahkan juga terjadi pada tingkatan perguruan tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

Beberapa peristiwa bullying tersebut bukan saja menimbulkan korban secara mental (malu, takut, shock, trauma, dan lain-lain), dan tidak jarang yang juga menderita kekerasan secara phisik yang menyebabkan cidera, luka, dan berakibat cacat, bahkan ada korban yang sampai menyebabkan kematian pada korbannya.

 

Orang tua/ keluarga dari siswa tidak sedikit yang meragukan dan mempertanyakan keamanan dan kenyamanan untuk “menitipkan” anak-anak mereka sebagai peserta didik pada sekolah, bahkan fenomena itu juga ikut “menghantui” orang tua yang “menitipkan” anak-anak mereka sebagai peserta didik pada pondok-pondok pesantren.

 

Karena peristiwa serupa pun terjadi pada beberapa pondok pesantren, masih cukup amankah lingkungan sekolah bagi anak-anak kita ?

 

Fenomena ini juga menghadirkan anomali lingkungan sekolah dan pendidikan kita, suatu keadaan penyimpangan atau keanehan yang terjadi dari sesuatu yang tidak semestinya (diharapkan).

 

Bullying dipahami secara umum sebagai perilaku agresif yang berulang, disengaja, dan memiliki tujuan untuk menyakiti, merendahkan, dan atau mendominasi orang lain secara emosional, mental, atau fisik (anggota tubuh).

 

Pada beberapa pemahaman, bullying juga populer disebut sebagai perundungan, yaitu perilaku yang tidak menyenangkan baik secara verbal maupun fisik yang dapat membuat seseorang (korban) merasa sakit hati dan tertekan, baik itu dilakukan seseorang ataupun berkelompok, baik itu secara nyata ataupun terjadi di dunia maya (Cyber bullying).

Baca Juga :  Budayawan, Tricia Lelonowati akan Ramaikan Pilkada Lamteng

 

Perundungan ini yang kemudian berikutnya dapat mengakibatkan pada kekerasan fisik, tawuran, pengeroyokan, bahkan sampai pada peristiwa yang menyebabkan korban jiwa.

 

Tanggung Renteng Kepala Daerah

 

Secara hukum kenegaraan, Pancasila sebagai Idiologi Negara dalam menjalankan pemerintahannya telah memedomani dan sekaligus sebagai perisai bagi penyelenggara pemerintahan, dalam hal ini pada bidang pendidikan di lingkungan sekolah, dalam kaitannya dengan fenomena terjadinya bullying atau perundungan.

 

Sila kedua Pancasila: Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, dapat dijadikan landasan ideologis bangsa yang mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap lingkungannya.

 

Menurut Pembukaan UUD 1945, tujuan bernegara adalah; “memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa” dan Pemerintah (eksekutif) mempunyai kewajiban dan tanggungjawab secara konstitusional untuk mewujudkan tujuan negara tersebut. Menurut Pasal 18 Ayat 1 UUD 1945:

 

“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”, pembagian daerah tersebut juga meliputi tugas, fungsi, sekaligus tanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan (daerah) di dalamnya.

 

Menurut ketentuan perundangan di bidang pendidikan, pengelolaan jenjang pendidikan kita dibedakan tingkatan ranah, wewenang, dan tanggungjawabnya; untuk pendidikan dasar 9 tahun ( SD – SMP ) : kabupaten/ kota, pendidikan menengah ( SMA ) : provinsi, pendidikan tinggi : pemerintah pusat, pendidikan keagamaan pondok pesantren / sejenis : Departemen Agama, pendidikan kekhususan/ kedinasan : Departemen/ Kementerian masing-masing pada pemerintah pusat.

Baca Juga :  Delpero Darmawan Resmi Dilantik, Nahkodai BEM Fisip Unila

 

Berdasarkan pada pembagian kewenangan dan tanggungjawab tersebut, maka peristiwa bullying atau perundungan yang terjadi pada “lingkungan” sekolah sesuai dengan tingkatan dan jenisnya dapat secara tanggung renteng (berjenjang) dimintakan pertanggungjawaban untuk ikut mengawasi dan terciptanya lingkungan proses belajar mengajar yang nyaman, aman, dan kondusif.

 

Terjadinya anomali di lingkungan sekolah dalam bentuk terjadinya bullying atau perundungan terhadap siswa, maka orang tua/ wali/ keluarganya dapat meminta pertanggungjawaban sekaligus meminta ganti kerugian yang ditimbulkan atasnya kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota sesuai dengan tingkatan pendidikan/ sekolah tempat terjadinya peristiwa dimaksud.

 

Dengan demikian, sepatutnya juga Gubernur, Bupati, dan Walikota “turut” memberikan perhatian yang mendalam melalui Dinas Pendidikan terkait pada tingkatannya, agar anomali lingkungan pendidikan kita tidak terjadi apa yang disebut bullying atau perundangan.

 

Hilangnya rasa takut dari siswa didik dan atau orang tua/ keluarga yang menitipkan anaknya di sekolah-sekolah dari fenomena bullying atau perundungan ini juga merupakan bagian bentuk hadirnya Negara dalam menjamin tegaknya hak asasi manusia (hilangnya rasa takut), juga dalam mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945;  “memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.

 

Penulis : Dr. Wendy Melfa

Pengelola Ruang Demokrasi (RuDem)

 

Berita Terkait

PWI Gelar Jum’at Berkah Makan Siang Gratis Ke-78 Kali
Sinergi DPD RI dan TVRI Lampung untuk Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Potensi Lokal
Warga Margasari Bangkitkan Potensi Lokal Lewat Jurnalisme Warga
Polda Lampung Apresiasi Workshop Jurnalistik AMSI untuk Pemerintahan Berkualitas
Dampak Kebiasaan Menggigit Kuku
Dampak Negatif Begadang Terhadap kesehatan
Lampung, Raksasa yang Tertidur: Ekonomi Tertinggal Meski Potensi Melimpah
Kapolresta Cup 2024: Lomba Burung Berkicau di Bandar Lampung Meriahkan Komunitas Kicau Mania
Berita ini 24 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 10 Januari 2025 - 13:17 WIB

PWI Gelar Jum’at Berkah Makan Siang Gratis Ke-78 Kali

Senin, 6 Januari 2025 - 10:06 WIB

Sinergi DPD RI dan TVRI Lampung untuk Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Potensi Lokal

Jumat, 20 Desember 2024 - 13:50 WIB

Warga Margasari Bangkitkan Potensi Lokal Lewat Jurnalisme Warga

Jumat, 13 Desember 2024 - 18:28 WIB

Polda Lampung Apresiasi Workshop Jurnalistik AMSI untuk Pemerintahan Berkualitas

Kamis, 12 Desember 2024 - 20:02 WIB

Dampak Kebiasaan Menggigit Kuku

Berita Terbaru