Investigasi dugaan korupsi PT Lampung Energi Berjaya yang menyeret Arinal Djunaidi
berandalappung.com— Rumah mewah bercat krem di Jalan Sultan Agung, Sepang Jaya, Kedaton, Bandar Lampung, mendadak ramai didatangi aparat berseragam hitam-hitam, Rabu siang, 3 September 2025. Warga sekitar hanya bisa menonton dari kejauhan ketika tim penyidik Kejaksaan Tinggi Lampung keluar-masuk membawa dus dan koper. Dari dalam rumah, mereka mengangkut dokumen, perhiasan, hingga kunci mobil.
Rumah itu bukan rumah biasa. Pemiliknya adalah Arinal Djunaidi, mantan Gubernur Lampung periode 2019–2024, sekaligus Ketua DPD Golkar Lampung yang lama dikenal punya pengaruh kuat di birokrasi maupun politik lokal.
Hari itu, status Arinal bergeser, dari tokoh politik yang disegani, menjadi saksi kunci kasus dugaan korupsi PT Lampung Energi Berjaya (LEB).
Tumpukan Harta
Dari penggeledahan, penyidik menemukan harta mencolok: tujuh mobil mewah senilai Rp3,5 miliar, logam mulia hampir 650 gram, deposito Rp4,4 miliar, uang tunai dalam berbagai mata uang Rp1,35 miliar, serta 29 sertifikat tanah dan bangunan dengan nilai Rp28 miliar lebih. Total sitaan menembus Rp38,5 miliar.
Asisten Pidana Khusus Kejati Lampung, Armen Wijaya, menyebut temuan ini “baru awal”. Ia mengisyaratkan penyidik masih menelusuri jejak aliran dana lain. Arinal sendiri diperiksa berjam-jam sejak Kamis siang, 4 September 2025, terkait dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan PT LEB.
Jejak Uang PI
Kasus ini berawal dari dana participating interest (PI) 10 persen di blok minyak Offshore South East Sumatera (WK OSES). Dana sebesar USD 17,28 juta setara Rp271,5 miliar, seharusnya menjadi berkah bagi kas daerah Lampung.
Mekanismenya jelas, dana itu disalurkan Pertamina Hulu Energi kepada PT LEB, anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU), sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016.
Namun, sejak 2022, tanda-tanda penyimpangan mulai tercium. Laporan keuangan PT LEB menunjukkan anomali: setoran besar tidak diikuti transparansi penggunaan. Audit internal BUMD tak pernah dipublikasikan. Beberapa pejabat kunci yang terlibat, seperti Dirut LJU, Plt Dirut LJU, dan Kepala Biro Perekonomian, kini telah diperiksa Kejati.
Seorang pejabat Pemprov Lampung yang ditemui awak media mengakui bahwa “dana PI menguap tanpa jelas arahnya.” Ia menyebut adanya praktik mark-up, transfer ke rekening pribadi, hingga penempatan di deposito atas nama pihak tertentu.
Pola Lama, Wajah Baru
Kasus PT LEB bukan anomali tunggal. Pola penggerogotan dana BUMD ini berulang di banyak daerah. Skemanya serupa, pemerintah daerah membentuk BUMD untuk mengelola sumber daya strategis, dari migas hingga tambang, namun perusahaan itu berubah jadi sapi perah elite politik lokal.
Di Lampung, aroma politik kental mewarnai. Arinal Djunaidi, selain sebagai gubernur, juga patron partai. Posisi ini memberi ruang kendali atas penempatan direksi BUMD. “BUMD jadi bancakan, bukan badan usaha,” kata seorang aktivis antikorupsi Lampung.
Arinal sendiri selama menjabat dikenal dekat dengan sejumlah pengusaha energi dan perbankan. Penyidik kini menelusuri apakah jaringan itu ikut menampung aliran dana.
Ujian Kejati
Sejak perkara ini naik penyidikan pada Oktober 2024, Kejati Lampung sudah menggeledah tujuh lokasi berbeda dan memeriksa sembilan saksi kunci. Namun publik Lampung masih ragu, apakah kasus ini akan benar-benar tuntas atau berhenti di tengah jalan.
Sejarah menunjukkan, kasus besar sering berakhir mandek ketika menyentuh nama besar. Tak sedikit perkara BUMD di daerah lain yang kandas karena intervensi politik.
“Kalau Kejati berani membawa ini sampai ke meja hijau dengan terdakwa Arinal, itu baru preseden,” kata Tokoh Pres Setempat. “Kalau tidak, ya hanya jadi etalase pemberantasan korupsi.”
Editor : Alex Buay Sako