Soal Kasus HIPMI, Prof Hamzah: BNNP Lampung “Keliru Total”
berandalappung.com— Bandar Lampung, keputusan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung merehabilitasi lima mantan pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung kian menuai sorotan. Guru Besar Hukum Universitas Lampung (Unila), Prof Hamzah, menilai langkah penyidik BNNP bukan hanya janggal, tapi juga keliru secara hukum.
“Dasar hukumnya salah kaprah. Mereka pakai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010, padahal itu ditujukan untuk hakim, bukan penyidik. Jadi, ketika BNNP langsung memutus rehabilitasi tanpa sidang, itu jelas aneh,” kata Hamzah, Minggu (7/9) dikutip dari media ritme.id.
Hamzah menekankan, SEMA 4/2010 mengatur batas rehabilitasi bagi pengguna narkotika. Untuk ekstasi, ambang batas hanya satu butir. Jika lebih dari itu, seharusnya perkara tetap digulirkan ke pengadilan agar hakim yang memutuskan apakah layak rehabilitasi atau dipenjara.
“Kalau pengakuannya beli 20 butir, sisa 7 ditemukan, lalu semua positif narkoba, itu sudah cukup kuat sebagai bukti. Tidak boleh dihapuskan begitu saja. Hitungan barang bukti bukan hanya yang ditemukan, tapi juga yang sudah dikonsumsi,” ujarnya.
Hamzah mencontohkan putusan pengadilan di Riau, ketika seorang terdakwa tetap dijerat meski hanya satu butir ekstasi yang ditemukan. Hakim tetap menghitung pil yang sudah ditelan berdasarkan pengakuan terdakwa dan tes urine. “Praktik hukum jelas: yang ditelan tetap barang bukti,” katanya.
Justru karena itu, keputusan BNNP Lampung melepas lima pengurus HIPMI dari jeratan hukum dianggap mencederai asas keadilan. “Kalau langsung direhabilitasi, publik bisa menilai ada perlakuan istimewa. Ini bukan sekadar keliru prosedur, tapi bisa menimbulkan kesan hukum hanya tajam ke bawah,” Hamzah menegaskan.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan BNNP Lampung di sebuah tempat hiburan akhir Agustus lalu. Lima pengurus HIPMI Lampung AS (36), MF (34), DA (32), RF (35), dan NH (33) digelandang setelah pesta narkoba. Dari tangan mereka, penyidik menemukan tujuh butir ekstasi sisa, dari 20 butir yang diakui telah mereka beli. Tes urine kelimanya positif.
Awalnya publik mengapresiasi keberanian BNNP mengungkap kasus itu. Namun, keputusan ujung yang “melunakkan” perkara justru menimbulkan tanda tanya. Bukan hanya soal prosedur, tapi juga soal integritas penegakan hukum.
Editor : Alex Buay Sako