Senator Datang ke Kampus, Tapi Apakah Pendidikan Swasta Benar-Benar Didengar?
berandalappung.com— Bandar Lampung, suatu pagi di Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung, suasana mendadak berubah. Senator DPD RI asal Lampung, Ahmad Bastian, datang “bersafari” ke kampus.
Disambut hangat oleh rektor dan jajaran, pertemuan digelar di ruang tertutup. Foto-foto dipublikasikan. Kata-kata normatif dilontarkan. Tapi publik masih bertanya: apa hasil riil dari semua ini?
Ini bukan pertama kalinya pejabat pusat datang ke kampus. Namun berkali-kali pula kunjungan berlabel “peningkatan mutu pendidikan” tak lebih dari seremoni politik belaka.
Ahmad Bastian mengklaim ingin mendengar suara kampus, tapi tak ada agenda diskusi terbuka, tak ada forum dengan mahasiswa, tak ada satu pun draft kebijakan atau komitmen pendanaan yang dibawa.
“Saya ingin mendengar langsung dari kampus bagaimana PTS bisa memperluas akses pendidikan,” ujar Bastian. Sebuah kalimat klise yang terdengar manis tapi kosong makna jika tak diikuti tindakan nyata.
PTS seperti UTB hidup dalam realitas keras. Minim anggaran, keterbatasan dosen tetap, fasilitas laboratorium yang kadang lebih mirip gudang kosong ketimbang ruang riset. Tapi semua itu nyaris tak pernah menjadi prioritas dalam rancangan anggaran negara.
Bastian berbicara soal kolaborasi riset dan kemitraan inovatif. Tapi tak satu pun dari itu dijelaskan dengan roadmap, apalagi kepastian anggaran. Seolah kampus swasta hanya dijadikan panggung retorika untuk membangun citra empati politisi.
Sementara itu, Rektor UTB Achmad Moelyono mencoba tetap optimis.
“Kami menyambut baik perhatian senator. Ini bisa jadi awal penguatan PTS,” ujarnya.
Namun diam-diam, banyak kalangan kampus menyimpan skeptisisme. Sebab ini bukan kali pertama pejabat datang, berjanji, lalu pergi tanpa bekas. Kampus swasta di Lampung terlalu sering diperlakukan sebagai pelengkap statistik pendidikan, bukan subjek pembangunan.
Topan Indra Karsa, dosen Fakultas Hukum UTB, menilai kunjungan seperti ini tidak boleh berhenti pada pencitraan.
“Kalau tak membawa intervensi konkret untuk nasib PTS, kunjungan ini hanya akan jadi sesi foto dan liputan media belaka,” ujarnya tegas.
Realitanya, regulasi pendidikan tinggi masih berat sebelah. PTS dituntut mengejar akreditasi, mutu, dan inovasi, tapi negara tak memberi landasan pendanaan dan afirmasi yang setara dengan kampus negeri. DPD RI pun sejauh ini belum terbukti efektif mendorong agenda afirmatif untuk kampus swasta di daerah.
Lalu untuk siapa sebenarnya kunjungan ini? Untuk memperbaiki pendidikan, atau membangun pencitraan menjelang tahun politik?
Tanpa transparansi, tanpa evaluasi, dan tanpa komitmen kebijakan yang konkret, safari senator ini hanya akan menambah panjang daftar basa-basi politik yang mampir ke ruang akademik.
Dan sekali lagi, pendidikan swasta tetap menunggu dalam sunyi.
Editor : Alex Buay Sako