BERANDALAPPUNG.COM – Pengamat Politik sekaligus Direktur Perkumpulan Masyarakat untuk Demokrasi Berkemajuan (Permadema) Lampung, Tiyas Apriza mengatakan, usai dirinya mengetahui bahwa alat peraga Kampanye Pemilu di wilayah Kota Bandar Lampung ditertibkan oleh jajaran Pengawas Pemilu.
Ia mempertanyakan apakah hal tersebut menjadi tugas, wewenang, atau mungkin kewajiban Pengawas Pemilu? Jika tidak, maka Bawaslu Kota Bandar Lampung dan jajaran gagal paham terhadap regulasi karena melampaui kewenangannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal tersebut tentu saja mengindikasikan Bawaslu Kota Bandar Lampung dan jajarannya tidak profesional dan melanggar kode etik penyelenggara Pemilu yang diatur di dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Sebagaimana diketahui bahwa tugas, wewenang, dan kewajiban Pengawas Pemilu yang diatur sesuai tingkatan dalam UU 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu tidak ada satupun yang menyebutkan, “menertibkan/mencopot APK”.
Artinya jika ada oknum Pengawas Pemilu yang melakukan hal tersebut bahkan memerintahkannya, ia tidak memahami tupoksinya sebagai Pengawas Pemilu dan saya sarankan untuk mengundurkan diri saja.
Kenapa begitu? Ya yang namanya Pengawas Pemilu itu harus paham aturan bukan serampangan mengambil wewenang lembaga/institusi lain.
Pengawas Pemilu itu, ungkapnya, seharusnya menjadikan ketidaktaatan Peserta Pemilu terhadap aturan sebagai temuan dugaan pelanggaran Pemilu, apalagi jika sebelumnya sudah dilakukan pencegahan dalam bentuk saran/himbauan namun masih diabaikan Proseslah menurut Peraturan Bawaslu yang mengatur mengenai penanganan pelanggaran Pemilu sesuai dengan tata cara, prosedur, dan mekanismenya.
Menurutnya, pada konteks itu Peserta Pemilu telah melanggar ketentuan dalam UU Pemilu dan PKPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Oleh karenanya, sudah semestinya hal tersebut tercatat sebagai pelanggaran administratif Pemilu. Sanksinya pun jelas, diantaranya teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu atau sanksi administratif lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu.
Atas apa yang terjadi, Peserta Pemilu yang dirugikan dapat saja melaporkan Bawaslu Kota Bandar Lampung dan jajarannya ke DKPP karena tidak profesional dalam memproses dugaan pelanggaran Pemilu disebabkan sudah mencopot/menertibkan APK milik mereka padahal itu bukan tugas Pengawas Pemilu.
Tidak hanya itu, indikator ketidakprofesionalan Bawaslu Kota Bandar Lampung bertambah lagi ketika saat ini, kita lihat bersama sarana dan prasarana publik seperti angkutan perkotaan dipasang citra diri Peserta Pemilu (seperti: nomor urut dan foto/gambar Peserta Pemilu).
Bukannya bertambah sedikit justru bertambah banyak, yang menandakan adanya pembiaran dari jajaran Pengawas Pemilu di Kota Bandar Lampung akibat dari awal tidak tegas dan berani memberikan sanksi kepada Peserta Pemilu.
Pemasangan/penempelan citra diri pada angkutan perkotaan tersebut pun hanya didominasi oleh peserta pemilu tertentu saja.
Terakhir, ketidakprofesionalan Bawaslu Kota Bandar Lampung terlihat ketika memproses dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) salah satu Lurah di Kota Bandar Lampung berinisial SG yang selain diduga melanggar netralitas ASN juga melanggar salah satu pasal Tindak Pidana Pemilu berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Tentang Pemilu yaitu Pasal 494 yang menyatakan bahwa, “Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00.
Bawaslu Kota Bandar Lampung seharusnya terbuka menjelaskan mengapa hal tersebut tidak terbukti melanggar tindak pidana Pemilu. Publik tentunya menunggu penjelasan terkait alur yang dilalui oleh Bawaslu Kota Bandar Lampung dalam menangani dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut,(*).