Berandalappung.com – Masa kepemimpinan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana dan Deddy Amrullah, segera berakhir di periode pertama mereka.
Namun, berbagai persoalan kota masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, termasuk sejumlah janji kampanye yang dinilai belum terealisasi.
Akademisi Hukum Universitas Lampung, Muhtadi, menyoroti beberapa persoalan utama yang perlu dibenahi ke depan, salah satunya banjir yang masih menjadi momok setiap musim hujan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak kampanye 2020, tidak ada penyelesaian serius terkait persoalan ini.
Menurutnya, pemerintah kota perlu segera menghentikan seluruh alih fungsi lahan, termasuk tidak lagi memberikan izin pembangunan di wilayah hijau dan kawasan perbukitan, seperti sepanjang daerah Lembah Hijau.
Selain itu, proteksi terhadap lahan pertanian di sekitar Rajabasa Raya dan Rajabasa Jaya juga mendesak untuk dilakukan.
“Sejak 2014, sekitar 233 hektare sawah di kawasan Rajabasa Jaya dan Rajabasa Raya telah beralih fungsi menjadi permukiman. Ini jelas mengancam ketahanan pangan dan memperparah masalah banjir,” ujarnya kepada media berandalappung.com Selasa, (11/2/2025).
Muhtadi juga menyoroti pengembalian jalur hutan kota di Jalan Soekarno-Hatta yang telah ditebang dan ditimbun, sehingga menyebabkan air menggenangi pemukiman warga serta fasilitas pendidikan di sekitarnya.
Selain banjir, sistem transportasi publik Bandar Lampung juga dinilai hampir mati.
Akibatnya, jalan-jalan di kota ini dikuasai oleh kendaraan pribadi, menyebabkan kemacetan parah, terutama pada jam masuk kerja, istirahat siang, dan pulang kerja.
Bahkan, pada akhir pekan, kemacetan semakin terasa dengan bertambahnya kendaraan dari luar kota.
Muhtadi mengusulkan penerapan kebijakan ganjil-genap untuk kendaraan roda empat serta menghidupkan kembali transportasi massal, seperti bus dalam kota yang dulu pernah ada.
“Kalau masyarakat punya pilihan transportasi yang nyaman dan terjangkau, mereka akan beralih ke angkutan umum, sehingga kemacetan bisa dikurangi,” jelasnya.
Setiap musim hujan, selain banjir, juga sering terjadi pohon tumbang yang membahayakan pengguna jalan.
Muhtadi menekankan pentingnya pemeriksaan rutin terhadap kesehatan pohon, terutama di jalur transportasi publik.
Selain itu, pemilihan jenis pohon yang ditanam di tepi atau tengah jalan juga perlu dipertimbangkan.
Ia menyoroti pemilihan pohon nangka yang dianggap tidak tepat.
“Pohon nangka punya akar yang bisa merusak jalan, daunnya mudah gugur dan menambah beban kebersihan kota. Kalau mau tanam nangka, lebih baik di kebun, bukan di tepi jalan. Kita bisa mencontoh Belanda yang menggunakan pohon asem sebagai pelindung jalan karena akarnya bagus dan daunnya mudah ditangani,” paparnya.
Di luar persoalan infrastruktur, Muhtadi juga menyoroti masalah sosial yang kian marak di Bandar Lampung, seperti geng motor yang sebagian besar beranggotakan remaja.
Menurutnya, perlu ada pembinaan khusus untuk mencegah geng motor berkembang menjadi ancaman sosial yang lebih besar.
Selain itu, fenomena manusia silver, gelandangan, dan pengemis di lampu merah juga semakin mengkhawatirkan.
Hampir di setiap perempatan, seperti di depan RSUAM, Bundaran Hajimena, dan Simpang Urip Sumoharjo, mudah ditemukan pengemis, termasuk ibu-ibu yang membawa balita.
“Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk menangani persoalan ini, baik melalui pembinaan, rehabilitasi, atau kebijakan sosial yang lebih efektif,” pungkasnya.
Dengan berbagai masalah yang masih menggantung, tantangan besar menanti kepemimpinan Kota Bandar Lampung ke depan.
Masyarakat pun berharap pemerintahan berikutnya mampu menghadirkan solusi nyata demi kota yang lebih baik.