Narasi Penolakan BEM Unila di PKKMB, Mahasiswa Baru Bingung dengan Aksi di Panggung UKM
Kompastuntas.com— Raja Basa, gelaran Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Lampung (Unila) tahun 2025 mendadak ricuh narasi. Pada hari kedua, Jumat, 15 Agustus, Gedung Serba Guna (GSG) Unila yang seharusnya dipenuhi semarak penampilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), justru menjadi arena bentang spanduk penolakan.
Spanduk itu bukan sembarang kritik. Tulisan besar terbentang: “Dekanat FKIP Pelanggar PKBM, BEM-DPM FKIP Anak Haram Konstitusi” dan “BEM-DPM FKIP Tidak Diakui KBM”. Aksi dilakukan saat BEM Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Unila naik panggung demo UKM.
Alih-alih menghibur, aksi itu menimbulkan kebingungan. Mahasiswa baru yang hadir offline tak memahami konteks politik kampus yang tiba-tiba menyeruak di hadapan mereka.
“Saya kurang paham kenapa BEM U tiba-tiba masang banner tentang permasalahan FKIP. Saya belum tahu akar masalahnya. Jadi bingung kenapa ada tulisan begitu,” kata M Rasya Irhamni, mahasiswa baru Teknik Geologi angkatan 2025, seusai kegiatan.
Hal serupa dirasakan Arrum S, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2025. “Sebagai maba FKIP, saya juga kebingungan karena tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan BEM dan DPM FKIP,” ujarnya.
Latar Belakang Konflik
Menurut Ghraito Arip H, Menteri Koordinasi Hukum, HAM, dan Demokrasi BEM KBM Unila, spanduk itu bukan luapan emosional semata. Ia mengklaim narasi penolakan berdasar pada keputusan Badan Arbitrase Pemira dan surat edaran resmi DPM Unila.
“Penolakan terhadap BEM FKIP didasari keputusan Badan Arbitrase Pemira nomor 001/383 terkait sengketa Pemira FKIP. Selain itu ada surat edaran DPM U nomor 12 yang keluar pada bulan Juni,” ucapnya.
Namun, pihak BEM FKIP menilai konflik ini hanyalah siklus rutin yang tak pernah benar-benar tuntas. Ketua BEM FKIP Unila, Risky Sanjaya, menyebut persoalan serupa muncul hampir setiap tahun.
“Tidak ada masalah besar sebenarnya, biasalah masalah tahunan yang tanpa ujung. Saya hanya ingin berpesan, ada waktu untuk berperang, ada waktu juga untuk menjaga nama baik fakultas dan universitas. Kalau belum siap kalah, jangan berperang,” katanya.
Dampak pada Mahasiswa Baru
Bagi mahasiswa baru, aksi di panggung UKM itu menimbulkan kesan kurang pantas. Rasya menilai, sikap BEM justru memberi contoh yang keliru.
“Menurut saya perilaku BEM tersebut kurang pantas dijadikan contoh untuk mahasiswa baru. Harapannya konflik ini cepat selesai, supaya tidak jadi cerminan buruk bagi kami,” ujarnya.
Masalah Tahunan Tanpa Ujung
Konflik BEM Unila dengan BEM-DPM FKIP bukan peristiwa baru. Setiap tahun, gesekan soal legitimasi organisasi mahasiswa di lingkungan FKIP kerap mencuat, sering kali melibatkan keputusan arbitrase dan surat edaran lembaga mahasiswa tingkat universitas. Namun, tak pernah ada penyelesaian final yang diakui semua pihak.
PKKMB 2025 menjadi panggung terbaru perseteruan itu. Bagi mahasiswa baru, ia tampil sebagai tontonan yang membingungkan: di satu sisi pengenalan kampus, di sisi lain warisan konflik politik internal yang diwariskan tanpa penjelasan.
Editor : Alex Buay Sako
Sumber Berita: Teknokrat.co