Rudi Antoni Sentil Balik Amalsyah, Kritik Rangkap Jabatan Itu Lucu dan Munafik
berandalappung.com— Bandar Lampung, Wakil Ketua Bidang Organisasi KONI Lampung, Rudi Antoni, tak tinggal diam menghadapi tudingan miring dari mantan pejabat KONI era Arinal Djunaidi, Amalsyah Tarmizi. Ia menilai kritik soal rangkap jabatan dalam kepengurusan baru KONI Lampung 2025–2029 tak lebih dari serangan murahan penuh kemunafikan.
Sebelumnya, Amalsyah menyebut ada empat pejabat baru di tubuh KONI yang harusnya mundur karena melanggar aturan organisasi. Mereka adalah Margono Tarmudji, Riagus Ria, Yanuar Irawan, dan Saiful seluruhnya dinilai rangkap jabatan sebagai pengurus induk cabang olahraga.
Namun, menurut Rudi, tudingan itu seperti menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. “Lucu saja. Waktu dia di dalam lingkaran kekuasaan KONI, praktik serupa jalan terus. Kenapa diam? Baru sekarang ribut, seolah baru sadar ada AD/ART,” kata Rudi, Sabtu (13/7), dengan nada tajam.
Rudi tak segan membuka daftar panjang rangkap jabatan yang terjadi justru saat Amalsyah menjabat sebagai Ketua Harian dan Wakil Ketua Umum I. Dari Budi Darmawan yang menjabat Sekum KONI sekaligus Ketum Pergatsi, Irham Djafar Lan Putra (Waketum I dan Ketum Perbakin), hingga Rahmat Mirzani Djausal (Waketum II dan Ketum PGI). Bahkan Yanuar Irawan yang kini dikritik, saat itu juga sudah merangkap jabatan yang sama dan didiamkan.
“Ini bukan lupa, ini pura-pura lupa. Kalau memang punya integritas, kenapa tidak bicara saat masih punya jabatan?” tegas Rudi.
Ia juga menyebut era Prof. Yusuf S. Barusman sebagai Ketua KONI Lampung pun tak luput dari praktik rangkap jabatan. “Beliau merangkap Ketum Cabor Tarung Drajat, meski akhirnya mundur. Tapi rangkap tetap ada. Bahkan (alm) Hannibal jauh lebih parah, pegang tiga jabatan strategis sekaligus.”
Tak berhenti di situ, Rudi mencontohkan Ketua KONI Kota Bandar Lampung yang hingga kini masih merangkap Ketua PBVSI Lampung. “Faktanya, ini bukan pelanggaran. Ini sudah jadi praktik umum yang sah secara moral organisasi, selama tidak mengganggu kinerja dan tidak menyalahgunakan anggaran,” ujarnya.
Bagi Rudi, kritik ini bukan didasari niat memperbaiki organisasi, tapi lebih mirip manuver politis dari aktor lama yang kehilangan panggung. “Sudah tua, sudah pernah duduk di dalam, tahu semua mekanisme internal. Tapi sekarang bersikap seolah-olah suci dan bersih dari praktik itu.”
“Kalau memang peduli KONI, kritiknya harus objektif. Jangan cuma ribut kalau tak lagi duduk di kursi kekuasaan. Itu bukan perjuangan, itu kekecewaan yang dibungkus seolah idealisme,” tutup Rudi, menyentil keras.
Editor : Alex Buay Sako