BERANDALAPPUNG-
HAK ANGKET PEMILU CURANG ?
Pasca pemungutan suara dan sesaat hadirnya hitung cepat (QC) sejumlah lembaga survei di tanah air atas hasil Pemilu, jagad maya politik Indonesia diwarnai hiruk pikuk dua hal yang paling mengemuka, Pemilu curang dan wacana hak angket.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Memenuhi ruang publik, pembicaraan dua hal itu menjadi hal yang paling dinamis, menimbulkan pro dan kontra, perdebatan sejumlah politisi, pendapat para ahli hukum tata negara, pengamat politik dll meskipun juga ada sedikit pembicaraan tentang investor yang akan mendirikan pabrik sendok, dan mahalnya harga beras di tanah air, namun soal Pemilu curang dan wacana hak angket masih menjadi issue yang mendominasi.
Penghitungan manual (real count) hasil pemungutan suara secara berjenjang perlahan tapi terus berjalan juga terus dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, dan saat ini angka prosentasi pencapaiannya terus mendekati hasil akhir penghitungan, yang tentu ini juga dinantikan banyak pihak, dengan segala dinamika yang menyertainya seperti adanya PSU (pemungutan suara ulang) di sejumlah TPS.
Kritik dan keberatan dari hasil perhitungan versi sirekap dll, ini semua mengindikasikan bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 sarat dengan dinamika dan menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia, karena Pemilu memiliki nilai strategis bagi perjalanan bangsa kita, wajar saja.
Adalah suatu keniscayaan bahwa dalam setiap kompetisi, akan menimbulkan konsekuensi ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah, termasuk juga dalam Pemilu dan Pilpres.
Juga lumrah (biasanya) disuarakan oleh mereka yang pada posisi kemungkinan kalah dalam perhitungan suara, menyuarakan bahwa Pemilu ini curang dan mengekspresikan kekalahan dan kekecewaannya dengan menghadirkan diksi “curang”serta mempersiapkan akan mengambil langkah dan upaya hukum maupun politik sebagai ekspresi kekecewaan dan berusaha untuk “memperbaiki”
Keadaan untuk mereka tetap “dapat” kesempatan, apakah itu upaya pemungutan suara ulang baik sejumlah tempat atau seluruhnya, atau berharap adanya reposisi perolehan angka hasil Pemilu sehingga cukup alasan untuk dilakukan pemungutan suara dua putaran, atau paling tidak mengurangi rasa kecewa dengan mencoba “mengontrol” untuk menaikkan angka perolehan suara hasil Pemilu.
Dan masih banyak asumsi dan opsi lainnya yang dijadikan alasan keinginan untuk menempuh jalan dengan menarasikan diksi curang pada Pemilu.
Hak angket pun diwacanakan sebagai jalan alternatif secara politik untuk juga mempersoalkan penyelenggaraan Pemilu 2024, padahal menurut UUD 1945 telah diatur bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili sengketa hasil Pemilu, juga menurut UU Pemilu bahwa Bawaslu berfungsi untuk mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan Pemilu secara teknis apabila ada yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan.
Gakumdu memeriksa dan memproses sampai ke Peradilan Umum manakala ada unsur pidana dalam penyelenggaraan Pemilu, dan DKPP dapat memeriksa dan mengadili atas pelanggaran etik sesuai UU Pemilu terhadap penyelenggara Pemilu. Inilah sarana yang sudah disiapkan dan dapat digunakan bagi siapa saja yang menemukan dan merasakan ada pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu sebagaimana diatur dalam UUD 1945 juga UU Pemilu, dan juga Pemilu secara konstitusional diselenggarakan oleh KPU yang independen, tidak tunduk pada Pemerintah, dan tunduk pada ketentuan UUD 1945, UU, dan dikontrol pekerjaannya oleh DPR.
Dapat dipastikan meskipun wacana hak angket belum tentu digulirkan, bahwa pengajuan hak angket oleh anggota DPR dan Fraksi-Fraksi di DPR bukanlah hak angket Pemilu atau Pilpres 2024, karena Pemilu bukan diselenggarakan oleh Pemerintah, dan saran untuk mempersoalkan Pemilu sudah diatur oleh UUD 1945 dan UU Pemilu.
Hak angket itu sendiri tidak dapat membatalkan hasil Pemilu, karena kewenangan itu ada pada Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara hak angket itu sendiri merupakan hak dari DPR untuk menyelidiki terhadap suatu UU dan/ atau kebijakan pemerintah, mungkin saja berhubungan dengan kebijakan dan atau politik anggaran yang dapat dikaitkan dengan penyelenggaraan Pemilu (oleh yang menarasikan pengajuan hak angket), dikaitkan tentu bukan hal yang langsung berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu.
MODAL PEMAKZULAN JOKOWI
Hadirnya hak dari DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk menjalankan fungsi pengawasan terdiri dari tiga hal, Hak Interpelasi (meminta keterangan), Hak Angket (melakukan penyelidikan), Hak Menyatakan Pendapat (tindak lanjut pelaksanaan Hak Interpelasi dan Hak Angket).
Pelaksanaan hak-hak DPR tersebut secara norma dan mekanisme persidangan DPR, DAPAT dijadikan pintu masuk untuk pemakzulan Presiden.
Diksi DAPAT mempunyai makna mungkin, boleh, bisa tetapi tidaklah bermakna sama dengan, berarti. Kalo kita letakkan diksi DAPAT pada hak angket, mungkin bisa berujung pada pemakzulan Presiden dengan melalui mekanisme persidangan DPR, pendapat Mahkamah Konstitusi, dan persidangan MPR.
Tentu bisa kita bayangkan proses persidangan dan waktu tidak sedikit yang diperlukan untuk sampai pada tahapan itu, selain itu ada banyak dinamika yang dapat ditimbulkan dalam setiap tahapan persidangan-persidangan tersebut, baik diinternal DPR maupun di masyarakat, tidak mudah untuk itu.
Disisi lain, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi sebagaimana tahapannya telah ditentukan, KPU akan mengumumkan secara resmi hasil perolehan suara peserta Pemilu dan Pilpres 2024, dan bagi pihak yang keberatan dan belum menerima dipersilahkan menempuh jalur hukum melalui MK, dan saatnya MK pun dengan keputusan yang bersifat final dan binding akan mengeluarkan putusan, dan setelah itu KPU memiliki dasar untuk menetapkan pemenang Pilpres dan berikut perolehan suaranya, dan MPR akan bersidang untuk menggelar proses pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2024 – 2029 yang pengambilan sumpah jabatannya akan dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung RI.
Memperhatikan tahapan dan waktu, manakala hak angket yang diwacanakan tetap diajukan di DPR tentu kita sudah bisa membayangkan tahapan dan waktu yang dibutuhkan, bahkan seandainya itupun mulus sebagaimana yang diharapkan oleh pihak yang mengajukan hak angket, apalagi patut diduga akan banyak dinamika yang menyertainya.
Sementara tahapan Pemilu 2024 pada saatnya akan mengumumkan dan menetapkan hasil Pemilu oleh KPU, serta jabatan Presiden Joko Widodo dan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2024 akan diselanggarakan pada tanggal 20 Oktober 2024, maka dapat diduga dan dinyatakan keinginan para pihak yang ingin menjadikan hak angket sebagai modal untuk memakzulkan Presiden Jokowi hampir dipastikan belum dapat menggapai harapannya hanya dengan bermodal dengkul hak angket, entah kalo wacana hak angket itu untuk dijadikan sebagai modal-modal lainnya, bargaining(tawar menawar) posisi politik misalnya, entah laah.
Penulis :
Dr. Wendy Melfa Peneliti pada Ruang Demokrasi (RuDem)