Aktivis 98 Desak Reshuffle Kabinet, Soroti Danantara dan Bayang-Bayang Oligarki
berandalappung.com— Yogyakarta, suasana sejuk di kaki Gunung Merapi akhir pekan lalu menjadi panggung konsolidasi politik para Aktivis 98 Indonesia. Selama dua hari, 9–10 Agustus 2025, mereka berkumpul di Lor Sambi, Kaliurang, membicarakan satu tema besar memastikan visi “Indonesia Emas” tak berubah menjadi proyek segelintir elit.
Di tengah agenda diskusi, muncul desakan keras kepada Presiden Prabowo Subianto untuk merombak kabinet. Dorongan ini bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan sinyal ketidakpuasan terhadap kinerja beberapa menteri yang dinilai gagal menjalankan visi pemerintahan.
“Kami melihat ada pembantu presiden yang lebih sibuk membangun citra pribadi atau bermain di pusaran kepentingan bisnis dibanding bekerja untuk rakyat,” kata M. Surya, Presidium Aktivis 98 dari Bandung.
Isu Danantara dan Jejak Oligarki
Salah satu sorotan mereka adalah pembentukan super holding BUMN Danantara yang tengah digodok pemerintah. Danantara digadang sebagai raksasa investasi negara yang menggabungkan aset strategis lintas sektor, dari energi hingga infrastruktur.
Namun, di balik narasi efisiensi dan modernisasi, Aktivis 98 mencium risiko penguasaan aset negara oleh kelompok terbatas. “Tanpa pengawasan independen, Danantara bisa menjadi alat monopoli oligarki,” kata Deni Kurniawan, Presidium dari Lampung.
Sejumlah ekonom yang dihubungi oleh awak media, mengamini kekhawatiran itu. Berdasarkan dokumen internal Kementerian BUMN yang diperoleh redaksi, pengelolaan Danantara membuka ruang kemitraan jangka panjang dengan konsorsium swasta yang memiliki rekam jejak hubungan politik dengan lingkar kekuasaan. Pola ini mirip dengan pengelolaan beberapa proyek strategis era sebelumnya yang akhirnya memicu konflik kepentingan.
Kebijakan Fiskal yang Menguntungkan Korporasi Besar
Aktivis 98 juga mengkritisi kebijakan insentif pajak yang dinilai terlalu berpihak pada perusahaan besar, termasuk tax holiday untuk sektor industri tertentu. Menurut Anton, Presidium dari Jakarta, kebijakan itu menggerus potensi penerimaan negara dan memperlebar kesenjangan ekonomi.
“Beban fiskal terbesar harus dipikul yang punya kemampuan lebih. Kalau ini dibiarkan, rakyat akan membayar mahal dalam bentuk layanan publik yang makin tipis,” ujarnya.
Analisis Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan yang bocor ke publik tahun lalu menunjukkan, 70 persen penerima insentif pajak berasal dari korporasi multinasional. Sebagian di antaranya terafiliasi dengan perusahaan yang namanya muncul dalam daftar Panama Papers dan Pandora Papers.
Dorongan Reformasi Politik
Selain isu ekonomi, mereka menuntut reformasi politik melalui revisi UU Partai Politik dan UU Pemilu. Aktivis 98 mendorong agar parliamentary threshold dan presidential threshold pada Pemilu 2029 ditetapkan 0 persen. Mereka juga menuntut pemisahan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah sesuai Putusan MK No. 135, serta verifikasi partai politik oleh Mahkamah Konstitusi.
“Kami ingin memastikan Indonesia Emas 2045 adalah milik seluruh rakyat, bukan proyek eksklusif elit politik,” ujar Deni.
Empat Tuntutan Resmi Aktivis 98:
1. Mendesak Presiden Prabowo segera melakukan reshuffle kabinet.
2. Mengkaji ulang kebijakan insentif pajak yang membebani rakyat.
3. Memastikan Danantara dikelola untuk kepentingan publik.
4. Mendorong revisi UU politik yang lebih demokratis.
Konteks Politik
Desakan ini datang di tengah rumor reshuffle yang berhembus kencang di Senayan. Beberapa nama menteri yang disorot publik berasal dari kalangan profesional yang disebut-sebut memiliki kedekatan dengan kelompok usaha besar. Bagi Aktivis 98, inilah momen untuk mengembalikan arah kebijakan ke jalur konstitusi, bukan ke meja lobi bisnis.
Editor : Alex Buay Sako