Berandalappung.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung (Unila) menyoroti dampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, khususnya terhadap pendidikan tinggi.
Ketua BEM Unila, Ammar Fauzan, menilai kebijakan tersebut tidak hanya berpotensi melanggar konstitusi, tetapi juga mengancam keberlangsungan pendidikan bagi ratusan ribu mahasiswa di Indonesia.
Pemangkasan Anggaran Pendidikan
Berdasarkan data, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) menjadi salah satu kementerian yang mengalami pemangkasan anggaran terbesar dalam kebijakan efisiensi Presiden Prabowo, yakni sekitar Rp22,54 triliun.
“Pemotongan ini menjadikan Kemendikti Saintek sebagai kementerian dengan pengurangan anggaran terbesar kedua setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang dipangkas hingga Rp81,38 triliun,” ujar Ammar, Jumat (14/2/2025).
Dampak terhadap Mahasiswa
BEM Unila menegaskan bahwa pemangkasan ini dapat berdampak serius terhadap dunia pendidikan, terutama bagi 600 ribu mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang terancam putus kuliah akibat keterbatasan dana beasiswa.
“Ini bukan sekadar soal angka, tetapi menyangkut masa depan anak bangsa,” kata Ammar.
Selain itu, pemotongan anggaran pendidikan dinilai dapat memperparah berbagai permasalahan, seperti minimnya fasilitas, kurangnya tenaga pengajar berkualitas, serta tingginya biaya pendidikan.
Berpotensi Langgar Konstitusi
BEM Unila juga menyoroti potensi pelanggaran konstitusi akibat kebijakan ini.
Mereka merujuk pada Pasal 31 UUD 1945 yang mengamanatkan alokasi minimal 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan.
“Jika pemangkasan ini mengurangi mandatory spending pendidikan, maka pemerintah dapat dianggap menyalahi aturan dasar negara,” tegas Ammar.
Menurutnya, kebijakan ini berpotensi berdampak pada tiga kementerian utama, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kemendikti Saintek, serta Kementerian Agama (Kemenag).
Desakan untuk Meninjau Ulang
BEM Unila mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan tinggi.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak boleh dikorbankan demi efisiensi fiskal yang tidak jelas arahnya,” ujar Ammar.
Ia juga menilai bahwa jika kebijakan ini terus berlanjut tanpa koreksi, maka Presiden Prabowo dinilai telah mengkhianati amanat Pembukaan UUD 1945 yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai langkah lanjut, BEM Unila mengajak mahasiswa dan akademisi untuk bersatu dalam menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini guna memastikan hak pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia tetap terjamin.