Bandar Lampung (berandalappung.com) – Sebanyak 2.259.438 atau hanya sekitar 34,61 persen dari total jumlah pemilih di Provinsi Lampung tidak menggunakan hak suaranya (Golput) pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Di mana, jumlah total 6.527.414 Daftar Pemilih di Lampung, hanya terdapat terdapat 4.267.976 atau sekitar 65,39 persen pemilih yang menggunakan hak suaranya di Pilkada Serentak 2024.
Data tersebut berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung setelah KPU di 15 Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi di wilayahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Universitas Lampung (Unila), Darmawan Purba menilai, terdapat empat faktor utama penyebab rendahnya partisipasi pemilih Pilkada Serentak 2024 di Lampung.
“Saya melihat rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Lampung disebabkan oleh empat perilaku non voting, pertama faktor tekni, lalu faktor teknis politis, politis, dan keempat faktor ideologis,” papar Darmawan Purba kepada Tibunlampung, Jumat (6/12/2024).
Akademisi Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Politik (Fisipol) Unila ini pun menjabarakan hal hal yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pemilih Pilkada 2024 di Lampung.
Faktor Teknis
Darma mengatakan, masyarakat tidak ikut memilih karena beberapa alasan seperti sibuk bekerja, berada diluar daerah, sakit, atau tps jauh dari tempat tinggal, dan berbagai masalah teknis lainnya.
“Yang menjadi catatan faktor teknis, ada banyak warga Lampung yang saat pemilihan sedang berada di luar lampung, seperti masyarakat yang kuliah atau bekerja di luar daerah, sementara kondisinya tidak memungkinkan mereka pulang, jumlahnya mungkin bisa puluhan ribu orang,” kata dia.
Faktor Teknis Politis
Darmawan menilai hal ini disebabkan masalah administratif, dimana masyarakat tidak terdaftar atau undangan memilih tidak dibagikan dengan tepat, atau ada persoalan di DPT, sehingga masyarakat yang harusnya ikut memikih mereka tidak mendapat kesempatan.
“Pada bagian ini KPU setempat memiliki tanggung jawab untuk memastikan masyarakat setempat menggunakan hak pilihnya,” ujarnya.
Faktor Politis
Darmawan menilai, penyebab rendahnya partisipasi pemilih juga karena adanya anggapan masyarakat bahwa pilkada tidak membawa perubahan.
“Lalu adanya anggapan bahwa cakada tidak mencerminkan (aspirasi) keseluruhan masyarakat, dan jumlah kandidat yang diusung oleh partai sangat terbatas, sehingga masyarakat tidak mendapatkan pilihan yang merka inginkan,” urainya.
Darmawan pun menyebut bahwa faktor ini menyebabkan masyarakat tidak memiliki gambaran pemimpin yang mereka inginkan.
“Gambaran ini tercermin pada daerah-daerah yang memiliki rivalitas yang tinggi, seperti Pesisir Barat, Pringsewu, Mesuji dengan kandidat 3-4 orang, itu menggambarkan ada keterwakilan segmen pemilih yang tinggi, sehingga partisipasi masyarakat cukup tinggi,” jelasnya.
“Atau bisa juga daerah yang persaingannya cukup sengit, seperti metro dan tulang bawang dan pesawaran, pada situasi tersebut adanya persaingan ketat yang mengundang animo yang tinggi, termasuk di Tulang Bawang Barat calon tunggal versus kotak kosong cukup tinggi,” tambahnya.
Sedangkan daerah lain yang calonnya terbatas, Darmawan menilai, ada kecenderungan masyarakat kurang tertarik untuk berpartisipasi di Pilkada.
Faktor ideologis
Dari faktor ini, Darmawan menilai bahwa terdapat sebagian masyarakat yang tidak percaya dengan sistem demokrasi yang sekarang bisa membawa proses kepemimpinan yang ideal.
“Kelompok masyarakat ini beranggapan tidak yakin bahwa demokrasi langsung mampu menyeleksi pemimpin yang terbaik,” ucap Darma.
Dia mengatakan, secara umum masyarakat kelompok ini dari tahun ke tahun tidak menggunakan hak pilihnya.
“Dari berbagai riset yang pernah dilakukan, dari faktor non voting ini, secara umum faktor yang paling besar yang ,menyebabkan masyarakat tidak memilih adalah faktor teknis dan faktor teknis politis,” tandas Darmawan Purba.