Rektorat Unila Bongkar Kekerasan di Diksar Mahepel, Kepala Dicelup ke Lumpur Resiko Organisasi Dibekukan
berandalappung.com— Raja Basa, Rektorat Universitas Lampung (Unila) akhirnya angkat bicara soal kasus kekerasan dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pencinta Alam Ekonomi Pembangunan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang digelar di Pegunungan Desa Talang Mulyo, Pesawaran. Hasilnya, mengejutkan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Investigasi internal yang digelar selama dua pekan mengungkap adanya kekerasan fisik dan psikis terhadap peserta. Dari pemukulan, makian, hingga praktik mencelupkan kepala korban ke dalam lumpur, semua dilakukan atas nama “pembentukan karakter”.
“Kami menemukan sedikitnya empat poin pelanggaran serius,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Sunyono, dalam konferensi pers di Gedung Rektorat, Rabu (18/6/2025) sore.
Dosen Diam, Senior Beraksi
Temuan pertama, kata Prof. Sunyono, adalah kekerasan terang-terangan yang melecehkan martabat mahasiswa baru. Aktivitas ekstrem dipaksakan dalam kondisi tidak aman, dan senior bertindak seolah-olah di atas aturan.
Kedua, kekerasan tidak hanya dilakukan oleh panitia aktif. Sejumlah alumni ikut terlibat, bahkan berperan sebagai pelaku utama. Ada juga yang berdiam diri, membiarkan kekerasan terjadi—melanggar prinsip pembinaan dalam dunia pendidikan.
Ketiga, pembiaran struktural. Wakil Dekan III dan Dosen Pembina Lapangan dinilai lalai mengawasi. Bahkan, kegiatan yang digelar di luar kampus tidak diverifikasi dan tanpa pengawasan.
“Yang lebih mengecewakan, pihak Mahepel justru bersikap tidak kooperatif. Mereka menolak memberi data, menghindar dari klarifikasi, dan menutup akses dokumen kegiatan,” ungkapnya.
Sanksi Dari Etik hingga Pembekuan
Ketua Tim Investigasi, Prof. Novita Teresiana, menyampaikan empat rekomendasi tegas sebagai tindak lanjut.
1. Pelaku kekerasan, baik senior maupun alumni, akan dikenai sanksi etik dan hukum. Jika unsur pidana terbukti, mereka akan diproses secara hukum. Alumni juga dilarang terlibat dalam aktivitas kemahasiswaan.
2. Organisasi Mahepel dibekukan. Kegiatan dihentikan sementara, dan organisasi wajib menjalani reformasi total secara struktural dan ideologis. Jika gagal, pembubaran permanen akan diberlakukan.
3. Seluruh organisasi mahasiswa (ORMAWA) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Unila wajib menyusun kode etik anti-kekerasan, serta melibatkan dosen pembina secara aktif di setiap tahapan kegiatan.
4. FEB sebagai fakultas induk akan dievaluasi menyeluruh. Pembinaan kemahasiswaan dinilai lemah dan abai, sehingga gagal mencegah kekerasan.
Langkah ini, menurut Prof. Novita, bukan sekadar pembenahan organisasi, tapi penegasan bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tak lagi mendapat tempat di lingkungan akademik.
Editor : Alex Buay Sako