Bandar Lampung (berandalappung.com) – Presiden Prabowo Subianto melemparkan wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) ditentukan oleh DPRD. Wacana ini dengan dalih untuk menghemat anggaran.
Wacana yang sempat diusulkan pada 2014 ini pun menuai pro kontra di masyarakat.
Ada yang berpendapat sebagai perbaikan demokrasi dan sebagian berpendapat merupakan langkah mundur demokrasi dan bertentangan dengan semangat reformasi.
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) Candrawansah menilai, wacana ini bukanlah solusi terbaik dari permasalahan demokrasi di Indonesia.
Candrawansyah menjelaskan, demokrasi memang memerlukan perbaikan-perbaikan. Namun bukan berarti harus menggantikan sistem demokrasi yang mensyaratkan partisipasi aktif seluruh masyarakat.
“Demokrasi saat ini tinggal perbaikan, bisa dengan adanya filter yang ketat dari partai politik untuk calon kepala daerah, persiapan yang matang calon untuk menjadi kepala daerah agar tidak KKN dan tentunya regulasi yang baik untuk perbaikan pemilihan, agar kualitas demokrasi ke substantif bukan hanya prosedural saja,” kata dia saat diwawancarai, Senin (16/12/2024).
Menurut Candrawansyah, Pilkada secara langsung pertama sekali dilaksanakan pada tahun 2005 dan tentunya ini salah satu cikal bakal terpilihnya kepala daerah pilihan dari masyarakat.
Ia pun tidak menampik bahwa sistem demokrasi saat ini terdapat kekurangan dan kelebihan.
“Kelebihan pemilihan langsung memberikan mandat yang kuat kepada kepala daerah karena dipilih langsung oleh rakyat, sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab terhadap aspirasi masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, akan memberikan edukasi kepada masyarakat karena pemilihan langsung memungkinkan masyarakat berperan aktif dalam menentukan pemimpin mereka, memperkuat demokrasi di tingkat lokal.
“Masyarakat juga dapat mendorong transparansi pemilihan melalui mekanisme yang bisa dipelajari dan menjadi dasar yang dapat diketahui oleh masyarakat secara umum sehingga terpilihnya sesuai dengan suara terbanyak,” kata dia.
Candrawansyah menyebutkan dengan dipilih secara langsung dapat meminimalisasi kontrol partai politik.
Akan tetapi ada peran masyarakat dalam mengontrol kebijakan kepala daerah, terutama untuk periode pertama mereka.
Sedangkan, selain itu menurut saya ada kekurangan yang sangat krusial terkait pelaksanaan secara langsung ini, diantaranya dapat berupa biaya yang tinggi.
Pemilihan langsung membutuhkan anggaran besar, baik untuk penyelenggaraan maupun kampanye, yang bisa membebani APBD.
“Hal ini terjadinya potensi politik uang tentu saja masih menghantui pemilihan secara langsung. Sering kali rawan praktik politik uang, di mana calon berusaha “membeli” suara rakyat,” tambahnya.
“Polarisasi masyarakat juga menjadi bagian yang tidak bisa dihindari. Pemilihan langsung dapat memicu konflik sosial, terutama jika muncul gesekan antara pendukung kandidat yang berbeda,” tukasnya.