Bandar Lampung (berandalappung.com) – Dalam orasi pengukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Pemerintahan, dosen FISIP Universitas Lampung, Arizka Warganegara, menyoroti relevansi pengembangan Studi Geografi Politik di Indonesia.
Ia menekankan pentingnya studi ini dalam memahami dinamika politik yang dipengaruhi oleh faktor geografis dan demografis.
“Studi Geografi Politik sangat relevan di tengah ketidakstabilan keamanan, politik, dan ekonomi global maupun lokal,” ujar Arizka dalam pidatonya yang bertajuk “Mengembangkan Studi Geografi Politik di Indonesia: Tantangan dan Harapan”, Senin (2/12/2024) di Bandar Lampung.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Geografi Politik vs Geopolitik
Arizka menjelaskan perbedaan antara Geografi Politik dan Geopolitik.
Geografi Politik, menurutnya, memiliki cakupan lebih luas, mencakup interaksi antara aspek politik dan geografis dalam suatu negara.
Sedangkan Geopolitik lebih fokus pada pengaruh geografis terhadap politik internasional.
“Geografi Politik mencakup dimensi spasial dari gender, kelas, lingkungan, agama, dan identitas politik serta interaksinya dengan institusi formal negara,” jelasnya.
Dimensi Geografi Politik dalam Pemilu
Arizka menyoroti pentingnya memahami konteks geografis dan demografis dalam analisis pemilu.
“Pemilu tidak sekadar dinamika antarmanusia. Faktor geografis dan demografis memainkan peran penting dalam memengaruhi dinamika politik,” ujarnya.
Dalam konteks lokal Lampung, ia mengidentifikasi dua kawasan politik:
1. Lampung bagian timur yang dipengaruhi oleh transmigrasi.
2. Lampung bagian barat yang lebih homogen secara etnis dan minim pengaruh transmigrasi.
Sebagai contoh, ia menyoroti bagaimana sentimen etnis dan transmigrasi digunakan untuk memengaruhi pemilih di Lampung Timur, sementara hal ini tidak berlaku signifikan di daerah seperti Lampung Barat atau Pesisir Barat.
Harapan untuk Studi Geografi Politik
Arizka, sebagai pelopor studi ini di Indonesia, mengungkapkan keprihatinannya bahwa Geografi Politik belum populer di kalangan akademisi.
“Para ilmuwan di Indonesia cenderung melihat fenomena sosial dengan kacamata tunggal, sehingga studi interdisiplin seperti Geografi Politik kurang berkembang,” ujarnya.
Ia berharap mata kuliah Geografi Politik menjadi bagian wajib dalam kurikulum program studi Ilmu Politik, Pemerintahan, Hubungan Internasional, Administrasi Negara, dan Geografi.
“Studi ini memberikan pemahaman lebih mendalam tentang bagaimana aspek spasial dan demografi memengaruhi proses dan perilaku politik,” tegasnya.
Sebagai penggerak awal kajian ini di Indonesia, Arizka berharap semakin banyak akademisi yang terlibat dalam mengembangkan Studi Geografi Politik untuk menjawab tantangan politik di era modern.