Carut Marut Pengelolaan Sampah Pasar Natar, LSM KAKI Bongkar Dugaan Pungli dan Mark-Up Anggaran DLH Lampung Selatan
berandalappung.com —Lampung Selatan, Aroma busuk tak hanya datang dari tumpukan sampah di belakang Pasar Natar, tapi juga dari penyimpangan anggaran kebersihan yang menguap ke permukaan.
Komite Anti Korupsi Indonesia (LSM KAKI) Lampung membuka tabir kekacauan pengelolaan sampah di bawah kendali Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lampung Selatan, yang disebut-sebut menyimpan potensi korupsi berjamaah.
Ketua Umum LSM KAKI, Lucky Nurhidayah, menyebut telah terjadi kejanggalan dalam penggunaan anggaran miliaran rupiah yang dikhususkan untuk sektor kebersihan pada tahun anggaran 2025. Namun, hasil temuan tim investigasinya di lapangan, justru menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan.
“Dihitung-hitung, yang terpakai hanya ratusan juta. Lalu kemana sisanya?” ujar Lucky kepada wartawan, Selasa, 29 Juli 2025.
Sampah Menupuk, Anggaran Membengkak
LSM KAKI melakukan investigasi ke dua lokasi pasar tradisional besar di wilayah Lampung Selatan, Pasar Natar dan Pasar Branti. Di Pasar Natar, tim hanya menemukan delapan petugas kebersihan dengan upah yang seharga Rp1,4 juta per bulan, namun di lapangan hanya ditemukan Rp1,35 juta. “Ada potongan pembohong Rp50 ribu setiap bulan. Ini diduga diduga sebagai pungutan pembohong,” ungkap Lucky.
Temuan lain yang tak kalah mencengangkan adalah kondisi pasar yang jauh dari bersih. Sampah menumpuk, saluran comberan tersumbat, dan hanya ada satu gerobak sampah yang sudah tak layak pakai.
Kepala UPT Pasar Natar, yang enggan disebut namanya, sempat berdiskusi saat investigasi namun tampak kesal dengan kehadiran mereka. Ia menyatakan ada 10 orang tenaga kebersihan, delapan orang di Pasar Natar dan dua orang di Pasar Branti.
Namun data ini kembali dimentahkan oleh fakta lapangan.
Apakah ini Kebohongan Sistematis?Di Pasar Branti, warga yang diwawancarai, termasuk seorang ibu bernama Ponimen, menyebut mobil pengangkut sampah hanya datang seminggu sekali, bukan setiap hari seperti klaim pejabat pasar.
“Itu bang, sampah mobil paling seminggu sekali. Bau banget, abang kan turun langsung bisa cium sendiri,” katanya.
Ironisnya lagi, tenaga kebersihan di Pasar Branti disebut hanya satu orang dan bekerja hanya di hari pasaran dengan bayaran Rp50 ribu per hari. “Kalau begini, data yang disampaikan UPT patut dipertanyakan. Sudah tak sinkron dengan fakta,” kata Lucky.
Seret ke Penegak Hukum
LSM KAKI menilai ada indikasi kuat wewenang dan anggaran dalam pengelolaan sampah pasar oleh DLH dan UPT Pasar Natar. Beruntung mendesak Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, ST, M.BA yang akrab disapa Mas Egi untuk segera mengundang Kepala DLH dan Kepala UPT Pasar Natar.
“Dua jabatan itu terlalu strategis dan terlalu ‘basah’ untuk diberikan pada orang-orang yang tidak bersih. Jangan sampai kita kecolongan terus,” tegasnya.
Saat ini, LSM KAKI tengah menyiapkan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi Lampung. Mereka mengacu pada UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal 2 ayat 1 sudah sangat jelas, siapa pun yang memperkaya diri atau korporasi secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara, bisa dipidana minimal empat tahun dan maksimal dua puluh tahun penjara,” ujar Lucky, sambil melihat dokumen pendukung investigasi mereka.
Minim Pengawasan, Korupsi Mengendap
Apa yang terjadi di Pasar Natar dan Pasar Branti seolah menunjukkan bahwa lemahnya sistem pengawasan membuka ruang bagi praktik korupsi untuk terus bertahan dan dikeluarkan.
Dalam skema toleransi yang tertutup dan minimal transparansi, angka di atas kertas bisa dimanipulasi dengan mudah sementara rakyat harus hidup di tengah bau busuk sampah yang tak pernah diangkut.
Jika laporan LSM KAKI benar, maka masyarakat patut menagih pertanggung jawaban Dinas Lingkungan Hidup Lampung Selatan. Karena kebersihan tidak seharusnya menjadi lahan kotor untuk menyejahterakan diri. Sampah memang bisa didaur ulang tapi bukan untuk mencuci uang kotor.
Editor : Alex Buay Sako