Bandar Lampung (berandalappung.com) – KPU RI memutuskan untuk membatalkan diskualifikasi pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Metro nomor urut 2, Wahdi Siradjuddin dan Qomaru Zaman, yang sebelumnya ditetapkan oleh KPU Kota Metro.
Namun, diskualifikasi hanya berlaku untuk Qomaru Zaman yang berstatus narapidana, sementara Wahdi Siradjuddin tetap melanjutkan pencalonannya sebagai calon Wali Kota Metro.
Anggota KPU RI, Idham Holik, menjelaskan bahwa keputusan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di Pilkada.
Menurutnya, diskualifikasi hanya diberlakukan kepada calon yang berstatus terpidana.
“Berdasarkan undang-undang, pembatalan pencalonan hanya berlaku bagi individu yang berstatus terpidana. Dalam hal ini, Wahdi Siradjuddin tetap sah sebagai calon Wali Kota Metro,” ujar Idham di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Ia menambahkan bahwa penggantian calon atau pasangan pada tahap ini tidak dimungkinkan karena surat suara Pilkada Metro telah dicetak dan didistribusikan ke tingkat kecamatan.
“Penggantian calon hanya dapat dilakukan maksimal 29 hari sebelum pemungutan suara,” tegasnya.
KPU RI meminta KPU Provinsi Lampung untuk segera meninjau ulang keputusan KPU Kota Metro terkait diskualifikasi pasangan calon nomor urut 2.
“Kami meminta agar keputusan KPU Kota Metro dikoreksi sesuai aturan. Surat suara sudah dicetak, dan proses pemilu harus tetap berjalan sesuai ketentuan,” tambah Idham.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Lampung, Erwan Bustami, menyatakan pihaknya masih menunggu surat resmi dari KPU RI sebelum memberikan arahan kepada KPU Kota Metro.
“Kami tinggal menunggu surat keputusan resmi, baru dapat memberikan arahan kepada KPU Kota Metro,” ujar Erwan saat dikonfirmasi pada Jumat (22/11).
Pengamat Politik: Langkah KPU RI Dinilai Kurang Tegas
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansyah, menilai bahwa langkah KPU RI dan KPU Provinsi Lampung kurang tegas dalam menyikapi kasus di Metro.
Menurutnya, pasangan calon dalam Pilkada adalah satu kesatuan.
Jika salah satu pasangan memiliki masalah hukum dengan putusan pidana, maka secara otomatis pencalonan keduanya gugur.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, jika salah satu calon terbukti melanggar hukum, status pasangan calon menjadi tidak memenuhi syarat. Dengan demikian, pasangan tersebut harusnya gugur sebagai peserta pemilihan,” jelas Candrawansyah kepada media berandalappung.com Sabtu, (23/11/2024).
Ia juga mengingatkan bahwa kasus serupa pernah terjadi pada Pilkada 2015 di Lampung Timur. Saat itu, calon wakil bupati Prio Budi Utomo meninggal dunia, yang menyebabkan gugurnya pasangan calon yang diusung oleh tiga partai politik, yaitu PDIP, PKS, dan PAN.
“Regulasi memang mengatur bahwa pergantian calon masih dapat dilakukan jika waktu tersisa lebih dari 30 hari sebelum hari pemungutan suara. Namun, jika sudah kurang dari 29 hari, maka penggantian tidak lagi memungkinkan,” ujarnya.
Candrawansyah menambahkan bahwa tanpa dasar hukum yang tegas dan rinci, status pencalonan pasangan Wahdi-Qomaru seharusnya dinyatakan gugur untuk menjaga kepastian hukum dalam proses Pilkada.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilu untuk lebih tegas dan konsisten dalam menerapkan aturan yang ada.