PPATK Dikecam Mahfud MD, Ivan Yustiavandana Balas dengan Data Penurunan Deposit Judol 70 Persen
berandalappung.com— JAKARTA, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana akhirnya buka suara menanggapi kritik tajam yang belakangan menghantam lembaga yang dipimpinnya. Ia menyatakan, kebijakan pemblokiran rekening pasif alias dormant semata ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan rekening oleh jaringan kejahatan, terutama perjudian daring (judol).
Menurut Ivan, pemblokiran bersifat sementara dan bertujuan melindungi pemilik rekening dari potensi penyimpangan. “Ini langkah preventif. Tidak lama, hanya sementara. Dan hasilnya nyata, praktik penyalahgunaan rekening, khususnya untuk deposit judol, menurun tajam,” ujar Ivan saat dihubungi awak media, Ahad, 3 Agustus 2025.
Ivan mengklaim, sejak kebijakan ini diterapkan, tren transaksi judi online menunjukkan penurunan drastis. Ia mencatat, total nilai deposit judol anjlok dari sekitar Rp 5 triliun menjadi hanya Rp 1 triliun turun lebih dari 70 persen dalam kurun beberapa bulan terakhir.
“Contoh satu saja dari pidana judol yang menyengsarakan masyarakat kita. Ini berhasil kita tekan,” kata Ivan.
Data yang dihimpun PPATK menunjukkan, pada semester I 2025, tren transaksi judol memang mengalami penurunan signifikan. Dari Rp 5,08 triliun pada April, turun ke Rp 2,29 triliun di Mei, dan tersisa Rp 1,5 triliun pada Juni. Sementara pada Januari hingga Maret, tercatat masing-masing sebesar Rp 2,96 triliun, Rp 3,05 triliun, dan Rp 2,59 triliun.
Penurunan juga tampak pada frekuensi transaksi. Dari 33,23 juta kali pada April, angka itu merosot menjadi 7,32 juta di Mei dan hanya 2,79 juta transaksi pada Juni.
“Ini semua bagian dari upaya menuju Asta Cita dan Indonesia Emas. Negara wajib hadir untuk melindungi warga yang itikadnya baik,” kata Ivan.
Namun, di tengah keberhasilan yang diklaim itu, kritik datang dari sejumlah tokoh, termasuk mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. Pakar hukum tata negara itu menyebut langkah PPATK sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan.
“Menurut saya, PPATK telah melakukan pelanggaran serius. Ini bisa digugat ke pengadilan,” kata Mahfud dalam pernyataannya, Jumat, 1 Agustus 2025.
Ia mempersoalkan dasar hukum pemblokiran rekening yang hanya didasarkan pada status pasif tanpa indikasi dugaan tindak pidana. “Kalau alasannya cuma karena rekening tidak bergerak selama tiga bulan, itu kejam. Terlalu jahat,” ujar Mahfud.
Mahfud menegaskan bahwa pemblokiran rekening hanya bisa dilakukan oleh otoritas yang berwenang seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). PPATK, menurut dia, hanya dapat melakukannya jika disertai indikasi kuat terjadinya tindak pidana.
Ivan membantah bahwa kebijakan ini dilakukan secara serampangan. Menurut dia, pihaknya justru tengah menjalankan fungsi perlindungan terhadap sistem keuangan nasional. “Saya terima saja fitnah, hujatan publik. Tapi membiarkan penyalahgunaan rekening terjadi justru mengkhianati mereka yang jujur,” ucapnya.
Meski begitu, polemik ini menyisakan pertanyaan hukum yang belum selesai. Apakah tindakan preventif yang mengorbankan hak warga atas rekening pribadi bisa dibenarkan atas nama pemberantasan kejahatan?
Editor : Alex Buay Sako