PDAM Limau Kunci Diduga Serobot Air Kawasan Hutan, Kejati Lampung Telusuri Jejak Korupsi
Laporan masyarakat soal eksploitasi air tanpa izin oleh PDAM Limau Kunci berbuntut panjang. Kejati Lampung kini turun tangan, menelisik praktik yang diduga merugikan keuangan negara.
berandalappung.com— Lampung Barat, 18 Juni 2025. Di balik derasnya aliran air dari pipa-pipa PDAM Limau Kunci, terselip dugaan praktik yang kotor. Perusahaan daerah milik Pemkab Lampung Barat ini dituding mengekstraksi air dari kawasan hutan tanpa izin legal, dan yang lebih serius: tanpa menyetor sepeser pun ke kas negara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Gerakan Masyarakat Anti Korupsi Independen (GERMASI) melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung pada awal Mei 2025 lalu. Dalam laporan bernomor 05/LAPDU/MASYARAKAT-INDEPENDENT/GERMASI/LAMPUNG BARAT/PP.43-2018/V/2025, mereka menyebut PDAM telah melakukan eksploitasi air secara ilegal untuk kepentingan komersial.
Ridwan Maulana, pendiri GERMASI, menyebut praktik ini berlangsung di dalam kawasan hutan negara. “PDAM Limau Kunci mengambil air dari sumber di kawasan hutan tanpa izin dari otoritas kehutanan. Tidak ada kontribusi ke negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), padahal itu wajib,” kata Ridwan kepada wartawan. Ia menyebut tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merugikan keuangan negara.
Kasus ini kini telah sampai ke Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat. Penyelidikan awal dilakukan untuk mendalami apakah ada unsur korupsi dalam aktivitas perusahaan tersebut. Tak hanya PDAM, GERMASI juga menyoroti kemungkinan keterlibatan oknum aparat yang diduga membiarkan praktik ini berlangsung bertahun-tahun.
“Indikasinya kuat. Kami melihat lemahnya pengawasan dari KPH II Liwa dan Dinas Kehutanan Provinsi. Bahkan ada dugaan mereka sengaja menutup mata,” ujar Ridwan. Ia menyebut adanya pola sistematis dari pembiaran ini, yang bisa melibatkan aparat lokal dan pengelola korporasi.
Hutan, Air, dan Ketiadaan Izin
Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap pemanfaatan sumber daya alam di kawasan hutan wajib memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bila dilakukan tanpa izin, aktivitas itu dapat dikategorikan sebagai perambahan atau penyerobotan kawasan hutan.
“Kalau benar tidak ada izin, ini perbuatan melawan hukum. Dan karena ada unsur ekonomi di sana air yang diolah dan dijual ke publik. Potensi kerugian negara sangat nyata,” kata seorang sumber di Kejaksaan yang enggan disebutkan namanya karena belum mendapat mandat bicara ke media.
Desakan Pengusutan Tuntas
GERMASI meminta Kejati Lampung tak berhenti di penyelidikan awal. Mereka mendesak penindakan serius, termasuk pemeriksaan terhadap manajemen PDAM, pejabat kehutanan, hingga kemungkinan aliran dana tidak sah.
“Supremasi hukum harus ditegakkan. Negara tak boleh kalah oleh praktik ilegal yang berlindung di balik seragam dan jabatan,” tegas Ridwan.
Hingga berita ini diturunkan, manajemen PDAM Limau Kunci belum memberikan pernyataan resmi. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung juga tak merespons saat dimintai konfirmasi melalui telepon dan pesan singkat.
Sementara itu, Kejaksaan belum membuka hasil penyelidikan awal ke publik. Namun sumber internal menyebut proses pengumpulan alat bukti dan keterangan masih berjalan. “Ini masih tahap awal, tapi kami serius,” ujarnya singkat.
Kasus ini membuka kembali borok lama pengelolaan sumber daya alam di daerah: lemahnya pengawasan, kuatnya kepentingan politik, dan sering kali, negara dirugikan dalam diam.
Editor : Alex Jefri