BERANDALAPPUNG.COM – Petani Kopi di Lampung didorong oleh Pemerintah Provinsi Lampung dengan sistem Pagar. Sistem ini merupakan metode penanaman kopi yang ditanam secara berjajar dan rapat, dengan jarak tanam sekitar satu meter antar tanaman dalam satu baris.
Usep Syaifudin selaku Pengamat Ekonomi Universitas Lampung (Unila) mengatakan, sistem pagar itu kita mencontoh Brazil, memang betul bisa empat ribu tanaman dengan lahan satu hektar dengan sistem pagar.
“Di Brazil para petani sudah maju dan modern pupuk tersedia oleh pemerintah, kita di Lampung menerapkan empat ribu tanaman seperti Brazil bisa saja. Tetapi pupuk harus tersedia hingga sarana produksi disiapkan, apakah pupuk petani kita tercukupi, kan tidak,” kata Usep ke awak media Sabtu (21/10/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Persoalan Kopi di Lampung menjadi produk unggul, yang pertama dari sisi hulu produktivitas yang masih rendah, Lampung itu hanya rata-rata 0,8 sampai 1 ton per haktare per tahun cukup rentah dibandingkan dengan Vietnam atau beberapa daerah di Indonesia.
“Yang berikutnya di sektor hilir, mata rantai tata niaga Kopi dari Petani sampai pengguna terakhir Kopi itu sangat panjang, sangat banyak pihak yang terlibat mengambil keuntungan dimata rantai tersebut,” tambahnya.
Oleh karena Itu, harga Kopi petani itu sangat lemah. Secara Ekonomi juga merasakan keanehan, petani yang memiliki barang tapi dia tidak bisa menentukan harga.
“Berapa harga yang dibeli oleh pembeli, oleh tengkulak dan pengepul dan lain-lain petani hanya bisa ikut. Di tahun 2020 saya dengan team mengikuti kajian bersama KPPU di lima Provinsi dengan Produsen Kopi terbesar di Indonesia, dan Lampung memiliki kelemahan di mata rantai tengkulak, dan masa nunggu panen petani tidak bekerja,” ujar Usep.
Sehingga masa panen rendah, hasil penjualan tidak cukup untuk membiayai kembali pemeliharaan Kopi dan biaya hidup petani.
“Dalam konteks itu memang penanganan harus saling bahu membahu untuk menangani persoalan ini, tidak bisa sendiri. Disisi hulu untuk meningkatkan Produktivitas, dan disisi hilir untuk memutus mata rantai tengkulak,” tambahnya.
Kualitas Kopi ditingkatkan, dan petani Kopi ada pemasukan tambahan selain di Kopi, sehingga para petani kita tidak tersesat sistem IZON.
“Disini Kalaborasi Pemerintah dan Sthekhoulder benar-benar diharapkan para petani Kopi, dan masa peremajaan itu dilakukan selama sepuluh tahun diganti dengan bibit Kopi yang baru jika kita ingin maju seperti Negara Brazil dengan sistem Pagar,”pungkas Usep.